Baca Juga: Kepak sayap spiritual dan intelektual dari Bulukumba, Muhammad Yusuf Shandy
Dewasa ini, masyarakat Bugis memaknai siri’ sebagai bentuk tanggung jawab meraih prestasi atau menumbuhkan sifat matriarki/patriarki. Artinya, semakin tinggi jabatan seseorang maka semakin tersohor dan terhormatlah orang tersebut.
Sebuah pepatah Bugis berbunyi: “narekko sompekko, aja’ lalo muelo’ mancaji anagguru, ancaji punggawako” artinya: "jika kamu pergi merantau ke negeri orang, jangan sekali-kali kamu mau menjadi bawahan, tapi jadilah seorang pemimpin."
2. Siri Ripakasiri
Siri ripakasiri artinya malu karena dipermalukan. Masyarakat Bugis akan bereaksi apabila siri’nya dilanggar atau dilecehkan.
Baca Juga: Mochtar Pabottingi, cendekiawan nasional dari Bulukumba dalam sastra dan politik yang holistik
Implikasi dari pelecehan ini akan diasingkan, dikucilkan, atau dijauhi dari interaksi masyarakat, bahkan bisa berujung pada pembunuhan. Cara pemulihan siri’ ialah dengan bertarung atau mati dalam pertarungan merupakan jalan terakhir.
Masyarakat Sulawesi Selatan menganggap bahwa naiyya to de’e siri’na, olokolo maddupa taumi, artinya orang yang tidak punya siri itu binatang berwujud manusia.
Mati karena menegakkan siri berarti telah memulihkan identitas dirinya sebagai manusia seutuhnya, daripada hidup sebagai manusia setengah binatang.
Baca Juga: Menyibak Bulukumba Toa 1900-1911 dari catatan antropolog Belanda BF Matthes