Lelaki yang bernama lengkap Benyamin Fredricus Matthes ini menginjakkan kaki di Tanete Barru Sulawesi Selatan sekitar tahun 1852 dan bertemu Colliq PujiE Ratna Kencana Arung Pancana Toa.
Baca Juga: Lontara: cara mengeja Bulukumba dan membaca Sulawesi Selatan dari pojok sejarah
BF Mathes sangat tertarik untuk mengetahui Epos Ilagaligo dan mengantarkannya pada wawancara mendalam dengan Colliq PujiE. Dari Colliq PujiE lah, Matthes dapat mengumpulkan bahan-bahan Sureq La Galigo hingga terkumpul menjadi 300.000 baris.
BF Matthes dinilai sangat berjasa menyelamatkan warisan budaya dunia, sebuah karya sastra terbesar didunia.
Bisa dikatakan, Colliq PujiE adalah guru bahasa Matthes. Sehingga bukan hanya mengumpulkan Sureq La Galigo, namun BF Matthes juga berhasil menyusun kamus Bugis-Makassar-Belanda yang terbit 1874.
BF Matthes juga menyusun atlas etnografi, yang menggambar dengan sangat teliti bentuk rumah, peralatan ritual bissu, peralatan besi, peralatan penangkap ikan dan berbagi kehidupan sehari-hari orang bugis makassar.
BF Matthes berumur sekitar 90 tahun dan meninggal 1908. BF Matthes meninggalkan banyak karya yang kelak menjadi referensi penting bagi mereka yang ingin mempelajari budaya Bugis Makassar.
Pada pertengahan abad 19 Masehi, berkembang teknologi cetak aksara Lontara yang diprakarsai oleh BF Matthes.
Baca Juga: Melintasi Bulukumba di antara garis sejarah, mitos, dan demografis
BF Matthes dikomisikan oleh Lembaga Penginjilan Belanda untuk mempelajari bahasa-bahasa yang digunakan di Sulawesi Selatan dengan tujuan menghasilkan kamus, materi tata bahasa, dan terjemahan Injil yang layak bagi bahasa-bahasa tersebut.
BF Matthes tiba di Makassar pada tahun 1848 M dan tinggal di sana selama sepuluh tahun.