Pancasila sudah ada di Bulukumba ribuan tahun silam dalam tradisi demokrasi Ammatoa Kajang

- 26 Maret 2022, 18:00 WIB
Wisatawan domestik di luar gapura masuk ke kawasan adat Ammatoa Kajang
Wisatawan domestik di luar gapura masuk ke kawasan adat Ammatoa Kajang /Instagram.com/@ammatoakajang

Seperti biasa, kata Sengka salah seorang warga yang hadir, persoalan-persoalan warga harus melewati dulu penyelesaian dari tingkat bawah.

Jika ternyata belum menemukan kesepakatan ke tingkat desa, maka pihak yang bersengketa akan memperhadapkan duduk persoalan pada sang pemimpin adat Ammatoa.

Baca Juga: Menelusuri Kajang dari pojok sejarah dan geografi

Meski diskusi berjalan alot, kedua belah pihak sangat menghormati prinsip musyawarah mufakat. Semua pihak optimis bisa menemukan jalan keluar yang berimbang dan adil. Ammatoa sangat memperhatikan detail pernyataan-pernyataan yang muncul dari kedua belah pihak, termasuk dari Kepala Desa atau Galla’ Sapa’.

Jika disimak secara detail, posisi Ammatoa adalah seperti tim mediasi atau hakim yang akan menimbang dan mengambil keputusan terkait penyelesaian masalah.

Itulah sebabnya, setiap kali Ammatoa angkat bicara maka itu berkaitan dengan pandangan objektif yang sangat bijak dan netral. Nampak jelas raut wajah berwibawa dan penyayang itu tidak sekedar sebagai pemimpin adat yang dihormati, Ammatoa juga sebagai pemberi nasehat dan hakim yang adil.

Baca Juga: Sejarah Bandung Lautan Api, begini alasan pejuang dan rakyat membakar Kota Bandung

Setelah proses diskusi yang panjang dan berjalan alami tersebut, Ammatoa mengeluarkan pandangannya terkait penyelesaian konflik. Kesimpulan tersebut kemudian dikembalikan kepada kedua belah pihak. Lalu diberi pertimbangan-pertimbangan oleh pendamping Ammatoa.

Pada setiap musyawarah penyelesaian konflik, Ammatoa memang didampingi oleh Puto Betto yang biasa disebut sebagai paranrang bicara (moderator).

Hadir pula Puto Pagala sebagai pemangku adat. Pada diskusi hari itu, hadir pula seorang tua berjenggot kira-kira usianya sekitar seabad. Lelaki tua itu biasa dipanggil Amu atau Puto Amu.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x