Pancasila sudah ada di Bulukumba ribuan tahun silam dalam tradisi demokrasi Ammatoa Kajang

- 26 Maret 2022, 18:00 WIB
Wisatawan domestik di luar gapura masuk ke kawasan adat Ammatoa Kajang
Wisatawan domestik di luar gapura masuk ke kawasan adat Ammatoa Kajang /Instagram.com/@ammatoakajang

Persoalan dan konflik kedua belah pihak dianggap selesai di forum istimewa itu. Puto Betto kemudian mempertegas persyaratan penyelesaian konflik yang biasa disebut passeko. Passeko adalah tanda kesepakatan yang dipersyaratkan ketika rapat penyelsaian masalah sudah mencapai kesepakatan tertentu. Jumlahnya antara Rp600.000, Rp800.000, atau bahkan sampai Rp1.200.000.

Ammatoa sekali lagi menjelaskan bahwa pada perkara tersebut anre tau nibeta-anre tau pabeta yang artinya tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.

Ammatoa memberi petunjuk bahwa passeko dibayar secara adil oleh kedua belah pihak yang berperkara.

Passeko pada forum itu sebesar Rp.600.000. masing-masing pihak menyerahkan uang Rp.300.000 kepada Puto Betto lalu dihitung oleh Ammatoa.Uang tersebut kemudian dipecah-pecah menjadi uang Rp.50.000, Rp.20.000 dan Rp.10.000. Ammatoa kemudian membagikan uang tersebut pada semua pihak yang berperan penting atau menjadi sabbi dalam proses perdamaian.

Ammatoa membagikan langsung di hadapan forum satu persatu kepada Puto Betto, Puto Pagala, Kepala Desa dan semua yang mendampingi Ammatoa. Menariknya, perempuan yang hadir dan menyajikan hidangan alakadarnya atau disebut pappatala juga diberi sejumlah uang. Dalam tradisi seperti ini, semua pihak tidak boleh menolak pemberian Ammatoa, karena dianggap sebagai tanda selesainya sebuah persoalan.

Ketika forum dianggap selesai, suasana kembali cair. Semua orang sudah bisa saling berdiskusi masing-masing. Ammatoa memanfaatkan momen tersebut rupanya untuk menyampaikan pasang dan nasehat berharga bagi semua yang hadir. Sesi ini sangat meriah karena Ammatoa sesekali ketawa dan membuat joke berupa cerita atau sindiran.

Pada suasana cair yang seperti itulah, ballo (minuman keras tradisonal) dikeluarkan dari dalam rumah. Gelas diberikan kepada semua yang datang bahkan sebagian menikmati ballo dengan satu gelas yang diminum bersama secara bergantian. Bagi masyarakat Kajang, tradisi minum bersama setelah konflik selesai seperti itu dianggap sebagai bentuk kebahagiaan dan persaudaraan.

Menariknya memang adalah ketika ballo itu diminum setelah proses pertemuan dianggap selesai. Warga Kajang mengakui, ballo memang diminum setelah persoalan selesai karena apabila diminum sambil mendiskusikan masalah, tentu akan mempengaruhi mental dan pikiran seseorang. Bagi warga Kajang, ballo memang minuman yang memabukkan tapi bukan karena itu sehingga dilarang. Yang terpenting adalah bagaimana kita bersikap setelah minum ballo yakni tidak membuat onar tau masalah, tetapi segera beristirahat dan tidur.

Perdamaian pihak bersengketa ditandai dengan arahan Ammatoa pada kedua belah pihak untuk berjabat tangan di tengah forum. Hal ini menandai diakhirinya masalah dan kedua belah pihak disarankan oleh Ammatoa untuk tidak mengungkit-ungkit lagi masalah yang sudah berlalu itu di kemudian hari.

Kedua pihak yang bersengketa kemudian menjabat tangan meminta maaf kepada Ammatoa dan semua yang hadir satu persatu. Suasana haru sangat terasa, nampak wajah kedua pihak bersengketa yang awalnya tegang menjadi meriah dan senang.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x