Imbauan agar rakyat mengonsumsi ubi pertanda kegagalan fatal pemerintah

- 5 Oktober 2023, 22:25 WIB
Ilustrasi rakyat kelaparan - Imbauan agar rakyat mengonsumsi ubi pertanda kegagalan fatal pemerintah
Ilustrasi rakyat kelaparan - Imbauan agar rakyat mengonsumsi ubi pertanda kegagalan fatal pemerintah /Pixabay/billycm

Demikian juga dengan sanak famili yang lain, lanjutnya, tak segan memikul beras, menenteng kelapa dan beragam sayur mayur hingga buah-buahan, demi ikut berpartisipasi dalam acara yang perkawinan yang masih dianggap sakral.

"Tentu saja berbeda dalam kehidupan warga masyarakat yang sudah menganut budaya perkotaan. Upacara perkawinan di perkotaan -- bagi rakyat kelas menengah bawah -- cukup dilakukan seefisien mungkin. Tak hanya soal dana, tapi juga waktu bagi mereka yang sudah fanatis dengan keyakinan bahwa waktu itu adalah uang. Jadi jelas orientasinya lebih mengedepankan materi yang merupakan dogma dari kapitalisme," urainya.

Baca Juga: Kasus Pulau Rempang: Ada konspirasi investasi terselubung?

Biaya Hidup yang Mencekik

Dalam kesulitan yang sedang dihadapi warga masyarakat sekarang bukan saja masalah duit dan betapa sukar untuk mendapat pekerjaan saja, menurut Jacob Ereste, tapi juga biaya hidup yang semakin mencekik hingga rakyat diimbau agar mau makan ubi yang juga langka di pasar.

"Toh, good estate yang diharap sudah panen justru meninggalkan kerusakan lingkungan bagi warga masyarakat setempat sehingga harus mengungsi ke daerah lain yang bisa sedikit memberi daya tahan hidup untuk sementara," tegasnya.

Belum lagi jumlah warga masyarakat dari daerah lain yang tergusur untuk proyek pemerintah maupun yang diberikan kepada pihak swasta, urai Jacob Ereste lebih dalam, dan celakanya pihak pengusaha swasta itu pun milik bangsa asing, seperti yang sudah direncanakan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Baca Juga: Pulau Rempang: Antara warisan sejarah dan investasi besar

Korupsi Ugal-ugalan

"Kasus penyerobotan tanah atau lahan milik penduduk setempat menjelang Pemilu 2024 terkesan jadi marak. Hingga fenomena ini kuat diduga dilakukan untuk membiayai kontestan Pemilu, baik legislatif maupun bagi eksekutif yang memang harus ditebus dengan harga yang mahal," ulasnya lebih jauh menukik.

Jacob Erseste juga menyoroti pengakuan politisi Senior PDIP, Trimedya Panjaitan yang sudah bertebaran di media sosial.

"Sungguh membuat banyak orang awam yang terperangah. Bagaimana mungkin untuk menjadi anggota legislatif saja harus tersedia duit minimal 3 sampai 5 milyar rupiah. Begitu juga untuk Jabatan Gubernur atau Bupati. Sedangkan bagi calon Presiden, minimal harus ada duit 10-12 triliun rupiah!" kata Jacob Ereste sambil geleng-geleng kepala.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x