Buku ini karya asli pemikiran Qahhar Mudzakkar tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

19 Mei 2022, 14:14 WIB
Qahhar Mudzakkar /Koleksilokal.com

WartaBulukumba - Sejarah negeri ini menyimpan lembaran-lembaran khusus peristiwa yang kemudian dalam katalog tertentu disebut pemberontakan.

Salah satu nama dan sosok di lipatan sejarah yang disebut 'kelam' di Indonesia yakni kisah panjang pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Menyebut DI/TII di Sulawesi Selatan maka niscaya cerita seputar sepak terjang Qahhar Mudzakkar pun bersemayam di sana.

Bayangan yang ada selalu berkutat pada senjata, perlawanan dan bergerilya di hutan-hutan Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Buku 'Hanua Sinjai' karya sejarawan Bulukumba disusun 30 tahun lebih

Namun tahukah Anda? Pemikiran-pemikiran Abdul Qahhar Mudzakkar yang tertuang dalam bentuk tulisannya terkait ideologi negara dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak banyak diketahui masyarakat Indonesia di banyak generasi.

Dinukil dari laman Koleksilokal.com, pemikiran Qahhar Mudzakkar sangat tidak diuntungkan oleh kondisi zaman saja, sehingga gagasan dan pandangannya tentang bentuk ketatanegaraan Indonesia, disalahpahami sebagai bagian dari pemberontakan terhadap ideologi negara, dan berupaya mengganti kekuatan yang sah.

Buku berjudul "Revolusi Ketatanegaraan Indonesia Menudju Persaudaraan Manusia" adalah asli karya Qahhar Mudzakkar.

Baca Juga: Tahukah Anda? Inilah manusia Bulukumba pertama yang menulis novel

Qahhar Mudzakkar mengemukakan pandangan tentang ketatanegaraan Indonesia, bahwa revolusi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, sesungguhnya bukanlah revolusi kebangsaan atau kenegaraan.

Eesensialnya adalah revolusi individual, karena tidak digerakkan oleh siapa pun tetapi tercipta dari kehendak sendiri seluruh individu rakyat Indonesia, untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah dan juga feodalisme kaum ningrat yang berkongsi dengan kaum kolonial.

Buku REVOLUSI KETATANEGARAAN INDONESIA MENUDJU PERSAUDARAAN MANUSIA karya Abdul Qahhar Mudzakkar Koleksilokal.com

Maka atas dasar itu Qahhar Mudzakkar menegaskan bahwa setelah kemerdekaan tercapai, maka ketatanegaraan yang dipahamkan Sukarno berdasarkan ajaran dan semboyan-semboyan "onotjoroko" Madjapahit, segera digantikan dengan ketatanegaraan yang baru, yaitu ketatanegaraan yang sesuai dengan keadaan hidup rakyat dan bangsa Indonesia, sebagai "bangsa bersuku" dan "bangsa beragama" yang terdiri dari banyak golongan suku bangsa yang mempunyai kehidupan sejarah, peradaban, kepercayaan, kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda.

Baca Juga: Prof Dr Mattulada cendekiawan dan tokoh sastra nasional dari Bulukumba dengan karya-karya yang mendunia

Konsepsi ketatanegaraan yang dimaksudkan Qahhar, bukanlah "Negara Kesatuan” sebagaimana dipraktekkan oleh Soekarno dan diteruskan di masa Orde Baru.

Bentuk seperti itu hanyalah penjelmaan atas paham yang ditanamkan Madjapahit untuk menguasai seluruh wilayah nusantara, dan diterjemahkan meluas secara feodalistik oleh kaum ningrat di Pulau Jawa untuk memperluas kekuasaan keraton.

Jika bentuk ketatanegaraan semacam itu diberlakukan lagi untuk seluruh wilayah pulau-pulau dan seluruh golongan bangsa Indonesia, dan dipaksakan untuk diikuti, tidak lebih adalah bagian dari penjajahan baru sesama bangsa sendiri, karena konsepsi semacam itu tidak sesuai dengan keadaan rakyat Indonesia.

Baca Juga: Mochtar Pabottingi, cendekiawan nasional dari Bulukumba dalam sastra dan politik yang holistik

Buku ini secara ringkas membahas konsepsi ketatanegaraan yang harusnya diberlakukan dalam negara.

Sebuah bangsa yang memiliki banyak suku dan kepercayaan agama yang berbeda-beda dalam arti bahasa, budaya, peradaban, sejarah dan kepercayaan, yaitu "Negara Kebangsaan Beragama", yaitu dalam bentuk konfederasi "Negara Kebangsaan Persatuan Indonesia Raja".

Hingga salam Undang-Undang Dasar yang digunakannya memberi jaminan kehidupan "Kebangsaan" dan "Agama" yang dianut oleh rakyat dalam lingkungan Golongan Bangsanya pada Negara Bagian masing-masing.

Baca Juga: Refleksi Sumpah Pemuda dan perjuangan Andi Sultan Daeng Radja, Pahlawan Nasional Indonesia dari Bulukumba

Tidak ada kekhawatiran sedikit pun juga akan saling perkosa dan atau pencaplokan terhadap keyakinan agama dari satu golongan kepada golongan lain.

Buku ini merupakan salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang Makassar. Editor buku ini adalah Armin Mustamin Toputiri dan Penerbit toACCAe, tahun 2005.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler