WartaBulukumba - Bulukumba selalu setia merajut tradisi kuliner lebaran dari rimbunan pohon kelapa, pisang dan hamparan sawah. Kekayaan melimpah di bumi selatan jazirah Sulawesi Selatan ini.
Bulukumba, terutama di bagian pelosok, memiliki tradisi kuliner yang unik dan lestari saat menyambut hari raya lebaran. Baik Idul Adha maupun Idul Fitri.
Dari hidangan-hidangan istimewa yang selalu disajikan, ada tiga yang khas dan selalu menjadi favorit masyarakat Bulukumba: burasa, kampalo, dan yang akan kita bahas kali ini, legese.
Baca Juga: Lima rekomendasi kue kering sajian Idul Adha ala milenial Bulukumba
Berbeda dengan kebanyakan makanan lebaran, legese memiliki keistimewaan dalam cara penyajiannya.
Warga Bulukumba biasanya memasak legese di luar rumah secara beramai-ramai, menggunakan kayu bakar sebagai sumber panas. Mereka menciptakan suasana yang hangat dan penuh kebersamaan, di mana aroma harum legese yang sedang dimasak tercium sejauh mata memandang.
Sajian legese, makanan lezat yang telah dikenal sejak ratusan tahun lalu, adalah hidangan yang dibungkus dengan daun pisang. Biasanya, legese disajikan bersama dengan hidangan lain seperti opor ayam, coto, atau kari ayam.
Baca Juga: Hidangan di Hari Raya Idul Adha: Kue puding anggur ala milenial Bulukumba
Namun, kelezatan legese mampu berdiri sendiri dan menjadi hidangan favorit yang menggoda selera
Proses Pembuatan Legese
Proses pembuatan legese sendiri tidaklah rumit. Pertama-tama, beras ketan direndam selama dua jam untuk memperoleh tekstur yang sempurna.
Santan dari 1/4 butir kelapa sebanyak 800 ml kemudian dididihkan bersama garam, lalu beras ketan ditambahkan dan diaduk hingga meresap semua bumbu.
Baca Juga: Hidangan kue kering di Hari Raya Idul Adha: Resep kue nastar jumbo ala emak-emak Bulukumba
Setelah itu, campuran beras ketan dimasukkan ke dalam wadah khusus yang dibuat dari daun pisang berbentuk silinder. Seiring dengan proses selanjutnya, beras ketan akan ditumbuk hingga padat, menciptakan tekstur yang lembut dan kenyal.
Selanjutnya, bambu dengan legese dimasak sampai matang. Sementara legese dipanggang, aroma harumnya yang khas mulai menyebar dan memikat selera siapapun yang menciumnya.
Uniknya, legese yang dibuat oleh masyarakat Bulukumba ini mampu bertahan selama tiga hingga empat hari. Kelembutan dan kelezatannya tidak akan berkurang seiring berjalannya waktu. Inilah salah satu alasan mengapa legese selalu menjadi hidangan yang dinanti-nantikan setiap Lebaran di Bulukumba.
Baca Juga: Kue kering untuk sajian Idul Adha: Resep nutella butter cookies ala milenial Bulukumba
Mengunjungi Bulukumba dan menikmati legese adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Selain dapat menikmati kelezatan kuliner tradisional ini, Anda juga dapat merasakan kehangatan dan kebersamaan masyarakat Bulukumba yang terpancar dari setiap hidangan yang mereka sajikan.
Jadi, jika Anda ingin merasakan cita rasa yang unik dan menggugah selera, yuk, jalan-jalan ke Bulukumba dan temukan legese di antara rerimbunan pohon kelapa dan pisang yang memikat. Anda tidak akan menyesal menyelami tradisi kuliner lebaran yang selalu merajut kelezatan di hati masyarakat Bulukumba.***