KPU diminta menghentikan proses penghitungan suara elektronik Sirekap

17 Februari 2024, 21:14 WIB
Ratusan mahasiswa demo tolak kecurangan Pemilu 2024 dan menuntut pemakzulan Presiden Jokowi /Antara

WartaBulukumba.Com - Di tengah hiruk pikuk pesta demokrasi yang telah memasuki proses penghitungan suara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta menghentikan proses penghitungan suara elektronik Sirekap karena memicu spekulasi dugaan penggelembungan suara ke salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengatakan bahwa jika KPU serius mau menggunakan Sirekap, maka semestinya sistem penghitungan dari Sirekap selesai pada waktu yang sama saat tempat pemungutan suara ditutup.

"Tapi yang terjadi, hingga Jumat pukul 17:30, progres penghitungan suara Sirekap untuk Pilpres masih 60, 49%," kata Kaka, dikutip dari BBC News Indonesia pada Sabtu, 17 Februari 2024.

Baca Juga: Mengawal demokrasi: Tugas dan wewenang PTPS dalam Pemilu 2024

KPU minta maaf

Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, meminta maaf kepada publik atas kekurangan aplikasi Sirekap. Dia membuat klaim, kalaupun ada kekeliruan konversi, "itu terjadi tanpa unsur kesengajaan".

Pakar digital menilai KPU memaksakan penggunaan sistem Sirekap yang belum sempurna.

Lembaga analis media sosial Drone Emprit menyebut percakapan tentang Sirekap menjadi topik yang paling tinggi dibicarakan oleh warganet di media sosial X pada Jumat.

 

Percakapan yang mencuat terkait kelemahan Sirekap. Salah satunya adalah kekeliruan input data jumlah suara di sebuah TPS di Lampung yang menimbulkan kehebohan dan menurunkan kepercayaan pada Sirekap milik KPU.

Baca Juga: Pesta demokrasi di Pilpres 2024 semestinya membahagiakan hati rakyat Indonesia

"Sentimen percakapan terkait Sirekap di X terpantau sangat negatif, sebanyak 85% dan positif hanya 7%," kata pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi.

Narasi negatif itu, sambungnya, berkembang menjadi dugaan kecurangan.

"Warganet menduga adanya unsur kesengajaan dalam perubahan data di Sirekap untuk memenangkan paslon tertentu. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap legitimasi penyelenggara pemilu."

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, dengan tegas menegaskan bahwa Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, tidaklah menjadi penentu utama dalam menentukan hasil Pemilu 2024.

Baca Juga: Berapa gaji petugas KPPS Pemilu 2024?

Bagja menekankan bahwa penentu hasil pemilu tetap mengacu pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di mana proses manual rekapitulasi masih menjadi yang utama. Ia menyatakan bahwa Sirekap hanya berperan sebagai alat bantu dalam proses tersebut, dan bukanlah keputusan final yang menentukan hasil akhir pemilu.

Menurutnya, meskipun Sirekap menjadi alat penting dalam proses rekapitulasi suara, namun keputusan akhir tetap berada di tangan KPU. Karena itu Rahmat Bagja menekankan pentingnya menjaga integritas dan transparansi dalam proses rekapitulasi, serta memastikan bahwa setiap suara terhitung dengan benar demi keabsahan hasil Pemilu yang sesungguhnya.

"Harus kami sampaikan bahwa Sirekap adalah bukan penentu terhadap rekapitulasi. Penentunya tetap menurut undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah manual rekapitulasi. Jadi bukan Sirekap. Sirekap hanya alat bantu," kata Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Kamis, dikutip dari Boltim.Pikiran-Rakyat.Com.

Ia menegaskan, bahwa meskipun Sirekap merupakan sebuah sistem yang membantu dalam proses rekapitulasi suara, namun keputusan akhir hasil pemilu tetap mengikuti proses manual rekapitulasi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

"Bahkan ada ya, sampai 800 ribu, 80 ribu suara. Ini data apa gitu, kan? Enggak mungkin juga, tetapi mungkin salah input atau juga pembacaannya juga bermasalah," ujarnya. Oleh sebab itu, Bagja menjelaskan bahwa Bawaslu RI sudah menemukan permasalahan yang berkaitan dengan Sirekap, sehingga akan ditindaklanjuti.

Jaga Pemilu 2024

Inisiatif #JagaPemilu2024 oleh Andi Pangeran untuk Analisis Data Seorang ahli data bernama Andi Pangeran mengembangkan sebuah proyek open source bernama #JagaPemilu2024. Proyek ini bertujuan untuk menganalisis data tidak valid yang masuk ke dalam penghitungan suara KPU.

Untuk melakukan ini, Andi menggunakan alat seperti Benthos, ClickHouse, dan Metabase, dimulai dengan mengumpulkan data KPU terkini, menyimpannya dalam sebuah database analitik, lalu melakukan visualisasi dan penyaringan data tersebut.

Temuan Sementara dari Analisis Data #JagaPemilu2024 Per 15 Februari 2024, pukul 09.00 WIB, proyek ini telah menemukan bahwa dari 337.602 TPS yang telah melaporkan, 102.184 di antaranya terdaftar dan 3.241 TPS menunjukkan data tidak valid.

Andi Pangeran melaporkan melalui akun X pribadinya bahwa TPS dengan data tidak valid tersebar di semua pasangan calon, namun paslon 02 tercatat memiliki jumlah yang paling banyak. Meski telah mengeliminasi data eror, paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran, masih memimpin.

Perbandingan Hasil Penghitungan Suara Sebelum dan Sesudah Koreksi Data Sebelum koreksi data, total suara adalah 21.439.901 dengan distribusi sebagai berikut: pasangan 01 mendapatkan 5,244,869 suara (24.46%), pasangan 02 mendapatkan 12,138,339 suara (56.62%), dan pasangan 03 mendapatkan 4,056,693 suara (18.92%).

Setelah koreksi, total suara berkurang menjadi 19.491.131 dengan pasangan 01 mendapatkan 4,720,556 suara (24.22%), pasangan 02 mendapatkan 11,153,402 suara (57.22%), dan pasangan 03 mendapatkan 3,617,163 suara (18.56%).

Meskipun terdapat perbedaan jumlah suara, posisi pasangan calon nomor urut 2 tetap tidak terpengaruh.***

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler