Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober: Penumpasan G30S PKI dimulai dengan merebut RRI dan Kantor Telekomunikasi

1 Oktober 2023, 05:00 WIB
Sarwo Edhie Wibowo - Kilas balik 1 Oktober 1965: Penumpasan G30S PKI dimulai /Twitter/@agusyudhoyono

WartaBulukumba.Com - Pada 1 Oktober 1965, di antara kepulan asap di dapur, di sudut-sudut desa dan kota, masyarakat Indonesia bangun dari tidurnya dengan hati penuh kekhawatiran dan kebingungan. Mereka tahu bahwa sesuatu telah terjadi, meskipun rincian-rincian peristiwa itu masih belum jelas. Siaran Radio Republik Indonesia (RRI) menjadi satu-satunya sumber utama informasi, dan setiap kata yang disampaikan oleh penyiar radio disimak dengan seksama.

Peristiwa mencekam itu berada di tanggal 1 Oktober 1965 yang di kemudian hari dikenal sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Penumpasan G30S PKI dimulai dengan merebut RRI dan Kantor Telekomunikasi yang  dikuasai PKI.

Mayjen Soeharto memerintahkan Letkol Sarwo Edhie Wibowo mengambil alih RRI dan Kantor Besar Telekomunikasi. Saat itu Sarwo Edhie merupakan komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Baca Juga: Menyingkap kembali kebrutalan PKI di sudut kelam sejarah dan politik Indonesia

Hanya dalam waktu 20 menit kedua sarana telekomunikasi telah direbut kembali dari tangan pemberontak G30S PKI. Melalui RRI Pimpinan Angkatan Darat mengumumkan adanya penculikan 6 orang perwira tinggi dan perebutan kekuasaan oleh G30S PKI.

Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.

Lalu, melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI) yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal”, yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Pada saat yang bersamaan, diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung.

Baca Juga: Kesaksian tidak tertulis dari peristiwa G30S PKI dalam 'bahasa langit' bersama Sri Eko Sriyanto Galgendu

Di pedesaan, penduduk desa berkumpul di warung-warung kopi dan bale-bale sambil berbicara tentang apa yang telah terjadi. Kabar-kabar beredar dengan cepat.

Di Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta, PKI membunuh Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik oleh PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi.

Sukarno dan Aidit

Pada tanggal 1 Oktober 1965, Presiden Sukarno, dan Sekretaris Jenderal PKI, Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para “Pemberontak” dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim, di Jakarta untuk mencari perlindungan. Selanjutnya, pada tanggal 6 Oktober 1965, Presiden Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan “Persatuan nasional”, yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan.

Baca Juga: 30 September, tugu kegagalan DN Aidit dan G30 S PKI

Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung “Pemimpin revolusi Indonesia” dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama “Tribune”.

Kegagalan PKI

Keganasan dan kekejaman PKI tidak hanya terekam dalam sejarah G30S PKI. Kita bisa telusuri salah satunya dalam buku "Palu Arit di Ladang TebuL Sejarah Pembantaian Massal yang Terlupakan (Jombang-Kediri 1965-1966)" oleh Abdul Rivai, tahun 2000 Penerbit:Kepustakaan Populer Gramedia.

Bahaya PKI bisa kita telaah melalui buku "Bahaya Laten Komunisme di Indonesia: Penumpasan Pemberontakan PKI", terbit tahun 1991, Penerbit: Markas Besar Angkatan Bersenjata, Republik Indonesia, Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI.

Baca Juga: Mengulik fakta sejarah Fatmawati Soekarno dan hubungannya dengan pergerakan Muhammadiyah

Kajian dengan pendekatan berbeda bisa ditemukan dalam buku "Kudeta 1 Oktober 1965" sebuah studi tentang konspirasi Oleh Victor M. Fic · 2005, Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, penulis Victor M. Fic.

Perspektif lain juga bisa kita susuri dalam buku "KEGAGALAN KUDETA G 30 S PKI: Berdamai dengan Sejarah" oleh M. Fuad Nasar, terbit tahun 2017, Penerbit :Gre Publishing.

Operasi penumpasan G30S PKI dilancarkan mulai tanggal 1 Oktober 1965. Operasi ini dipimpin oleh Soeharto yang pada waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).

Langkah penumpasan dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965 dengan menetralisir pasukan yang ada di Lapangan Merdeka. Dilanjutkan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo yang merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi. Pada malam harinya, Soeharto mengumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI.

Baca Juga: Inilah sosok 9 Istri Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia

Terdapat empat tindakan yang dilakukan oleh Mayor Jenderal Suharto dalam menumpas pemberontakan G30S/PKI, seperti menetralisir pasukan di sekitar Medan Merdeka, menduduki kembali Pusat Telekomunikasi dan RRI, menyampaikan informasi mengenai situasi terkini, dan merebut pangkalan udara Halim Perdanakusuma.

Tanggal 30 September malam, sejumlah prajurit Tjakrabirawa pimpinan Letkol Untung bergerak menculik enam jenderal dan seorang kapten: Komandan TNI AD, Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto, Letnan Jenderal MT Haryono, Letnan Jenderal S Parman, Mayor Jenderal DI Pandjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean. Jenazah mereka kemudian ditemukan di sebuah sumur di Lubang Buaya, Jakarta.

Panglima TNI Jenderal AH Nastion lolos, namun putrinya Ade Irma Suryani tewas, sementara ajudannya, Kapten Pierre Tendean, jadi korban, diculik bersama enam jenderal.

Baca Juga: Sepuluh Fakta unik dan istimewa tentang Soekarno

Penumpasan PKI

Panglima Kostrad, Mayjen Soeharto bergerak cepat, memadamkan pemberontakan. Perburuan pada para pelaku G30S dilakukan cepat. PKI dinyatakan berada di balik gerakan pengambil alihan kekuasaan dengan kekerasan. Para tokohnya diburu dan ditangkap.

Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), sebagian dijatuhi hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding merancang gerakan ini bersama ketua Biro Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian bisa ditangkap, dan dibunuh.

Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para anggota atau siapa pun yang dianggap simpatisan atau terkait PKI, atau organisasi-organisasi yang diidentikan komunis, seperti Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan wanita Indonesia (Gerwani), dll.

Baca Juga: Soeharto, lebih 100 buku ditulis tentang sosok dan jejaknya

Sebagian terbunuh. Sejumlah laporan menyebut, jumlah yang dibunuh begitu saja setidaknya mencapai 500.000 orang di berbagai daerah, khususnya di Pulau Jawa dan Bali

Berbagai kelompok turun ke jalan, menuntut pembubaran PKI. Sebagian juga menghancurkan markas PKI di berbagai daerah, dan menyerang lembaga-lembaga, toko, kantor, juga universitas yang dituding terkait PKI.

Puluhan ribu orang dibuang ke Pulau Buru, dipekerjakan, tanpa pengadilan. Termasuk sastrawan yang namanya mendunia, Pramoedya Ananta Toer. Dan akhirnya, G30S PKI menandai naiknya Mayjen Soeharto dan jatuhnya Presiden Soekarno.

Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S PKI dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler