Pendekatan kultural sang muballigh komplit di Bulukumba, Andy Satria              

6 Mei 2022, 06:00 WIB
Pendekatan kultural sang muballigh komplit di Bulukumba, Andy Satria               /Dok. Andy Satria

WartaBulukumba - Kabupaten Bulukumba, Sulsel beruntung memilikinya sebagai salah satu aset hidup. Ia adalah seorang muballigh sekaligus cendekiawan muda yang komplit.

Sejak remaja mulai merasakan suka duka dunia dakwah, dunia seni dan beragam aktivitas sosial.

Muballigh dan intelektual muda Bulukumba ini dipercayakan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) ini pada tahun 2010 mewakili muballigh Sulawesi Selatan untuk merumuskan strategi nasional pemberantasan narkoba di Indonesia. Saat itu Ustadz Jefri Al Buchori almarhum juga diundang.

Latar belakang keilmuan yang diperolehnya dari kitab-kitab kuning menjadikannya sebagai seorang muballigh yang komplit.

Baca Juga: Tahukah Anda? Inilah manusia Bulukumba pertama yang menulis novel

Dinukil dari buku "Inspiring Bulukumba" yang ditulis oleh Alfian Nawawi, penerbit Mafazamedia, tahun 2014, gaya dakwah yang diusung Ustadz Andy Satria sangat khas. Humoris dengan penyampaian bahasa yang sederhana tapi ilmiah, lugas tapi bernas. Identik dengan lokalitas seperti bahasa daerah Bugis, Konjo dan Makassar. Ia rupanya telah sejak lama menemukan bentuk-bentuk pendekatan kultural terhadap umat.

Materi-materi dakwahnya adalah perpaduan komparasi-komparasi ilmiah, metodologi yang pas, penguasaan bahasa Inggris dan kapasitas keilmuan berbasis pesantren.

Namanya tidak asing lagi bagi masyarakat Bulukumba dan beberapa kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan. Orang-orang tua, muda dan anak kecil akrab dengan suaranya melalui udara.

Baca Juga: Aktor dan penyair Bulukumba Aspar Paturusi, setitik dari segelintir penakluk Ibu Kota

Sejak tahun 2003, namanya mulai dikenal masyarakat melalui Radio Cempaka Asri (RCA) 102,5 FM Bulukumba. Secara intens ia menjadi narasumber dalam dua program syiar Islam di radio itu, program Pesona Lewat Iman dan Taqwa (Pelita)  dan program Konsultasi dan Obrolan Santai Seputar Islam (Kota Santri). Lalu acara itu berganti kulit menjadi Sahabat Hati Ustadz (Status).

Bahkan sejak sekitar tujuh tahun terakhir, suara Ustadz Andy Satria bahkan bisa didengarkan dalam program acara musik di larut malam sebagai pembawa acara. Tentu saja dengan gaya dan nuansa yang berbeda di Senandung Lagu Malam Sahabat Hati RCA (Salam Sahabat).

Bagi segelintir kalangan, Andy Satria dipandang sebagai salah satu sosok radikal. Alasannya, hal itu tercermin dari materi-materi dakwahnya. Namun muballigh muda yang suka guyon ini senantiasa menjelaskan bahwa radikalisme itu pengertiannya justru adalah ketika kita tidak lagi mengindahkan hukum Allah yang termaktub dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.

Baca Juga: Muhammad Arief Saenong dan mimpi tentang museum Pinisi di Bulukumba

“Sesungguhnyai radikalisme itu justru lebih pantas disandang oleh orang-orang yang berpaham sekuler dan liberal,” katanya dengan tegas

Aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan organisasi. Pada tahun 2008, ia diundang ke Jakarta oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) mewakili muballigh Sulawesi Selatan untuk merumuskan strategi nasional pemberantasan narkoba di Indonesia. Dalam berbagai kesempatan ia kerap tampil menjadi pemateri dan pembicara dalam berbagai forum ilmiah dan kajian keagamaan.

Latar belakang keilmuan yang diperolehnya dari kitab-kitab kuning menjadikannya sebagai seorang muballigh yang komplit. Mumpuni dengan Ilmu Hadits, Bahasa Arab dan Ilmu Tajwid.      

Baca Juga: Kepak sayap spiritual dan intelektual dari Bulukumba, Muhammad Yusuf Shandy

Selain membaca, muballigh muda ini juga gemar menulis. Karya-karyanya dalam bentuk prosa lirik dan puisi pernah dipublikasikan secara berkala melalui program sastra “Ekspresi” di Radio Cempaka Asri FM Bulukumba.

Andy Satria lahir di Desa Tanah Harapan, Kecamatan Rilau Ale pada 11 Maret 1979. Sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2007. Menempuh pendidikan di Pesantren Babulkhaer Kalumeme Bulukumba dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Menimba ilmu di S1 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Gazali Bulukumba pada tahun 2001-2004.

Sejak remaja, ayah dari satu anak ini beberapa kali memenangkan lomba da’i di antaranya pernah mewakili Bulukumba sebagai Da’i Kamtibmas utusan Polres Bulukumba di Polda Sulselbar.

Baca Juga: Mochtar Pabottingi, cendekiawan nasional dari Bulukumba dalam sastra dan politik yang holistik

Masyarakat Bulukumba rupanya sangat mencintai muballigh ini. Pada Juni 2013, nama Andy Satria termasuk ke dalam daftar pegawai yang akan dimutasi ke Kabupaten Enrekang. Sontak, berbagai elemen masyarakat menolak rencana mutasi tersebut. Bahkan beberapa ormas menyiapkan aksi demo menolak mutasi itu. Gelombang protes itu kemudian berbuah hasil, muballigh yang mereka cintai tidak jadi dimutasi.

Di sela-sela aktivitas dunia dakwah, Andy Satria sehari-hari mengajar sebagai dosen di STAI AL Ghazali Bulukumba sejak tahun 2013. Muballigh muda ini mengaku, aktivitas padat membuatnya selalu tertunda menulis buku.

Terkait dunia dakwah yang banyak mengalami tantangan di zaman yang serba tidak terbayangkan bentuknya ini, Andy Satria memiliki trik-trik khusus.

Baca Juga: Prof Dr Mattulada cendekiawan dan tokoh sastra nasional dari Bulukumba dengan karya-karya yang mendunia

“Berdakwah di tengah masyarakat yang kondisinya sudah terlanjur seperti ini saya menggunakan metode pendekatan kultural,” katanya.

Muballigh muda yang suka guyon ini menjelaskan tentang latar belakang gaya dakwahnya, bahwa kalau dilacak dari sudut terminologi, dakwah memang belum pernah mendapatkan definisi secara eksplisit dari Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan istilah puasa, zakat dan haji yang telah ditarik menjadi istilah yang sakral yang mengacu kepada bentuk peribadatan khas dalam Islam.

 “Karena tidak adanya definisi atau petunjuk yang baku dari Nabi Muhammad SAW mengenai dakwah, maka keadaan inilah yang pada gilirannya memberikan ruang gerak penafsiran yang bebas bagi para pengikuti Nabi Muhammad SAW,” jelasnya.

Andy Satria menyatakan bahwa sebagian dari para ulama atau pemikir Islam ada yang memaknai dakwah sebagai panggilan dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan mewujudkan ajaran yang dipercayainya itu. Sebagian lagi ada yang memaknai dakwah sebagai suatu aktifitas yang berorientasi pada pengembangan masyarakat Muslim dengan wujud kongretnya adalah terciptanya rasa keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan.

Mengenai pendekatan kulturalnya, Andy Satria memaparkan tentang kategorisasi dakwah struktural dan kultural yang sifatnya sangat kondisional, tergantung dimensi ruang dan waktu.

Menurutnya, definisi keduanya sangat baik untuk menjelaskan dan memahami apa saja yang terjadi dalam perjalanan dakwah yang telah dieksekusi ke dalam realitas di lapangan.

Sesuatu dapat dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara serius dan intensif mengupayakan Islam menjadi bentuk dan mempengaruhi dasar nagara. Untuk itu, kecenderungan dakwah ini seringkali mengambil bentuk dan masuk ke dalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif dan legislatif serta bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya.

Dengan demikian aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, ekonomi guna menjadikan Islam menjadi basis Ideologi negara, atau setidaknya memanfaatkan perangkat negara untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian bentuk dakwah struktural cenderung mempunyai maksud dan tujuan untuk mendirikan negara Islam, karena negara dianggap sebagai alat dakwah yang paling strategis dan menjanjikan guna tegaknya syari’ah Islam.

Sedangkan terkait dakwah kultural, ia memandang sisi ini merupakank salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktirnal formal antara Islam dan politik atau relasi Islam dan negara. Gerakan dakwah ini cenderung mempertanyakan model gerakan dakwah struktural yang menyatakan bahwa dakwah dipandang belum “sungguh-sungguh” memperjuangkan Islam, jika belum secara terus-menerus memperjuangkan negara berdasarkan syari’ah Islam. Dengan demikian dakwah kultural mempertanyakan  asumsi bahwa syari’ah Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan bangsa karena dakwah kultural memiliki perbedaan prinsipil dalam menterjemahkan apa yang disebut sebagai Syari’ah Islam.

“Yang terjadi sekarang ini adalah gerakan ganda yang saling melengkapi satu sama lain. Bedanya adalah, kelompok yang memakai dan meyakini esensi dakwah kultural yang mempertanyakan asumsi perjuangan dan totalitas syari’ah Islam dan menolak pendirian negara Islam juga memakai struktur sosial, politik dan ekonomi untuk mencapai tujuan dakwahnya. Begitupula, dakwah struktural tidak mesti dimaknai mereka tidak memandang pentingnya dimensi kultur masyarakat Islam untuk mempromosikan maksud dan tujuan mereka.”

Ketika ditanya mengenai jalur dakwah manakah yang dominan, Andy Satria menjawab, “Menurut saya dewasa ini keduanya saling berebut tempat, hanya saja ada dimensi dakwah yang sering dilupakan yakni bagaimana mengupayakan peningkatan keimanan kaum Muslim serta mengimplementasikan ajaran Islam dalam konteks negara bangsa (NKRI) secara substansial-harmonis. Dengan demikian, keinginan untuk menjalankan syari’ah Islam bagi para pemeluk Islam tidak mesti diikuti dengan pendirian negara Islam untuk menjamin tegaknya Syari’ah Islam.

Bukankah sudah banyak akomodasi parsial dan bahkan penuh terhadap Syari’ah Islam di tengah-tengah NKRI ini?”

Rupanya pendekatan kultural muballigh yang suka guyon ini berbuah manis. Di kalangan dewasa dan orangtua, ia disukai dengan gaya fleksibilitasnya.

Di kalangan anak muda dan intelektual, ia digandrungi karena gaya ‘gaul’nya yang dipadu dengan karakter khas seorang intelektual muda.

Di kalangan awam, ia pun diminati dengan gayanya yang ‘merakyat’ melalui bahasa dan materi-materi dakwah yang mengena.***

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler