Demonstran Myanmar: lebih baik gaji dipotong dibandingkan jadi budak di bawah militer

23 Februari 2021, 06:10 WIB
Aksi Demonstrasi Anti Kudeta Militer di Myanmar / Reuters / Staff /Reuters

WartaBulukumba - Seorang pengunjuk rasa bernama Kyaw Kyaw di kota utama Yangon, mengaku rela kehilangan gaji untuk bergabung dalam pemogokan dan itu adalah harga yang harus dibayar.

"Tidak apa-apa jika gaji saya dipotong, tetapi jika kita tetap di bawah kediktatoran militer, kita akan menjadi budak," katanya.

Hampir sebulan setelah merebut kekuasaan, junta militer gagal menghentikan gelombang protes  dan gerakan pembangkangan sipil anti kudeta 1 Februari.

Baca Juga: Bagi Politisi Venezuela ini, politik adalah wadah menghabiskan waktu bersama warganya

Ratusan ribu orang berkumpul di kota-kota besar di seluruh negeri, dari perbukitan utara di perbatasan dengan China hingga dataran tengah, delta sungai Irrawaddy, dan ujung selatan panhandle, gambar media sosial menunjukkan.

 

Di ibu kota, Naypyitaw, di mana militer bermarkas, sebuah truk meriam air polisi dan armada kendaraan lain digunakan membubarkan prosesi nyanyian pengunjuk rasa yang tersebar ketika polisi dengan berjalan kaki menyerbu masuk. 

Dua orang tewas ditembak polisi di Mandalay pada hari Sabtu, dan seorang wanita bernama Mya yang meninggal pada hari Jumat setelah ditahan ditembak lebih dari seminggu sebelumnya di Naypyitaw.

Baca Juga: Sulsel status siaga, Bulukumba masuk dalam daftar

Militer mengatakan seorang polisi tewas karena luka-luka yang dideritanya selama protes. Ia menuduh pengunjuk rasa memprovokasi kekerasan.

Minggu larut malam, media milik negara MRTV memperingatkan bahwa konfrontasi dapat menelan korban jiwa.***

Editor: Alfian Nawawi

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler