Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Penculikan Sukarno-Hatta oleh pemuda Menteng 31

15 Agustus 2023, 20:44 WIB
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tak akan terjadi jika Sukarno-Hatta tidak diculik pemuda ke Rengasdengklok /Tangkapan Layar YouTube: MrGama3ana

WartaBulukumba.Com - Gelap gulita masih menyelimuti Rengasdengklok, namun jantung sejarah sedang berdetak di sana pada 16 Agustus 1945, pukul 03.00 WIB.

Sejumlah pemuda yang terdiri dari Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" telah mengatur sebuah peristiwa yang akan mengubah arah takdir bangsa.

Mereka melakukan penculikan terhadap Sukarno dan Hatta, dua tokoh pusat perjuangan kemerdekaan, ke tempat persembunyian yang strategis di Rengasdengklok, Karawang. Dan di bawah bayangan malam, sebuah drama nasional sedang diatur untuk menciptakan tonggak sejarah.

Baca Juga: Bendera Merah Putih terinspirasi dari Hadits Rasulullah SAW

Kisah mencekam itu bisa ditelusuri secara lebih komprehensif dalam beberapa buku yang membahas tentang peristiwa-peristiwa seputar proklamasi 17 Agustus 1945 dan sejarah Indonesia.

Kita bisa baca dalam buku "Peristiwa-peristiwa di Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945" oleh Muhammad Ridhwan Indra, Sophian Marthabaya, terbit tahun 1987 oleh Penerbit: Sinar Grafika, yang merupakan arsip University of California dan mengalami digitalisasi pada 31 Januari 2007.

Heroisme para pemuda Indonesia saat itu juga bisa disimak dalam buku "Bunga Rampai Sejarah Indonesia: Dari Borobudur hingga Revolusi Nasional" yang ditulis Moehkardi, terbit tahun 2018 oleh Penerbit Gadjah Mada University Press.

Buku yang juga istimewa adalah "Soekarno's Mencapai Indonesia Merdeka" yang berisi catatan Sukarno, terbit tahun 1978 oleh Penerbit Southeast Asian Studies Committee, disusun James Cook, University University of Michigan.

Baca Juga: Mengulik fakta sejarah Fatmawati Soekarno dan hubungannya dengan pergerakan Muhammadiyah

Yang juga tak kalah penting adalah literatur berjudul "Api Sejarah 2" oleh Ahmad Mansur Suryanegara, terbit 2017 oleh Penerbit Surya Dinasti.

Di bawah sinar bulan yang lembut, Bung Karno dan Bung Hatta melangkah masuk ke dalam lorong waktu yang dipenuhi tantangan dan pengorbanan.

Tujuan utama dari peristiwa ini adalah jelas: mendesak keduanya untuk mempercepat Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Namun, dalam pertemuan antara golongan tua yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta dengan Mr. Achmad Subardjo dan golongan muda, terbentuklah kesepakatan yang lebur dalam dialog, tentang kapan tepatnya bendera kebangsaan akan berkibar menghentakkan angin kemerdekaan.

Baca Juga: Inilah sosok 9 Istri Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia

Saat itulah, kegigihan para pemuda teruji oleh pendirian tak goyah Bung Karno dan Bung Hatta. Mereka mungkin berada dalam kungkungan waktu yang tak pasti, tetapi semangat kemerdekaan telah menyatu erat dengan jiwa mereka.

Sementara itu di Jakarta, Chaerul Saleh dan rekan-rekannya merangkai rencana besar untuk merebut kekuasaan. Namun, rencana tersebut terhenti dalam rintangan tak terduga, ketika dukungan dari anggota PETA tidaklah bulat seperti yang mereka harapkan.

Bulan Agustus yang malam itu membawa harapan baru dan kegelapan bersamaan. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia direncanakan untuk diumumkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945. Namun, pertanyaan krusial muncul: di mana dan bagaimana tepatnya momen bersejarah ini akan diungkapkan kepada dunia?

Baca Juga: Sepuluh Fakta unik dan istimewa tentang Soekarno

Pertimbangan Lokasi Pembacaan Teks Proklamasi

Dua lokasi dipertimbangkan: Lapangan IKADA yang sekarang dikenal sebagai Lapangan Monas, dan rumah pribadi Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Akhirnya, pilihan jatuh pada rumah Bung Karno, untuk menghindari kerumunan dan potensi bentrokan dengan pasukan Jepang yang tengah berjaga-jaga di Lapangan IKADA. Teks proklamasi yang akan mengukir nasib bangsa ini diolah di Rengasdengklok, di tempat yang sederhana namun bersejarah, seperti harapan kemerdekaan yang tumbuh dari tanah yang sama.

Sementara Bung Karno dan Bung Hatta berada di Rengasdengklok, di Jakarta, Jusuf Kunto tiba untuk membawa berita dari dunia luar yang begitu dinanti-nantikan. Namun, kabar dari Jakarta membawa kejutan: hanya Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo yang dapat ditemui oleh Kunto. Tidak ada kesempatan bagi seluruh rencana yang telah disusun dengan teliti oleh para pemuda.

Pada titik balik sejarah, Soekarno dan Hatta memutuskan untuk kembali ke Jakarta, membawa beban harapan dan tanggung jawab yang tak terukur. Pada tengah malam tanggal 16 Agustus, mereka tiba di Jakarta, membawa pesan kemerdekaan yang tersembunyi dalam hati mereka.

Dan akhirnya, di bawah langit pagi yang cerah pada 17 Agustus 1945, dalam hening yang penuh makna, proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.

Sayuti Melik

Teks yang telah diketik oleh tangan Sayuti Melik, seorang penyair yang juga terlibat dalam perjuangan ini, menjadi suara tegas dari jiwa bangsa yang akhirnya merdeka.

Sementara mesin ketik yang "dipinjam" dari kantor Kepala Perwakilan Kriegsmarine oleh Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler, adalah

Pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia meraih tonggak sejarahnya yang penuh makna dengan proklamasi kemerdekaannya.

Acara bersejarah ini berlangsung di sebuah rumah berhalaman luas yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Suasana rumah yang telah disiapkan oleh pemerintah Jepang untuk Bung Karno, dengan sejarahnya yang kaya, menjadi saksi bisu dari momen krusial ini.

Pegangsaan Timur 56

Rumah Pegangsaan Timur 56 kemudian menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Chairul Basri, yang bekerja pada kantor propaganda Jepang, memiliki peran penting dalam mencari lokasi yang tepat.

Sebelumnya, rumah ini sempat menjadi tempat pertemuan, rumah tawanan, hingga Gedung Republik. Perjalanan rumah ini menggambarkan perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

Namun, perjalanan menuju proklamasi tidaklah mulus. Seiring dengan peristiwa-peristiwa penting di dunia internasional seperti bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang menghancurkan semangat tentara Jepang, Indonesia melihat peluang untuk merebut kemerdekaannya. Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) berubah menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk lebih menegaskan tekadnya.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, pemerintah Jepang di bawah pimpinan Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari. Namun, ketidakpastian dan perdebatan internal antara golongan muda dan golongan tua menghambat langkah tersebut.

Akhirnya, pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56, pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan. Soekarno dan Hatta, dihadapkan dengan tekanan dan tantangan dari berbagai pihak, memimpin momen penting ini dengan penuh semangat. Teks proklamasi yang disusun secara hati-hati menjadi titik awal dari perjalanan panjang Indonesia sebagai negara merdeka.

Namun, perjalanan kebebasan ini tidak selesai begitu saja. Bangsa Indonesia terus berjuang melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda dalam Revolusi Nasional. Meskipun Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, perjuangan untuk meraih pengakuan internasional dan konsolidasi internal masih berlanjut.***

 
Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler