Hardiknas 2 Mei adalah sebuah kesalahan sejarah?

- 2 Mei 2021, 18:33 WIB
Patung Ki Hadjar Dewantara di depan Pendapa Agung Tamansiswa Yogyakarta.
Patung Ki Hadjar Dewantara di depan Pendapa Agung Tamansiswa Yogyakarta. /- Foto : Portal Jogja/Siti Baruni/

WartaBulukumba - Gelombang pertanyaan itu telah berkelindan sejak dulu. Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan maka lembaran sejarah tak kenal tabu untuk selalu ditinjau.

Bagaimana awal mula Ki Hadjar Dewantara dijadikan sebagai patokan Hardiknas 2 Mei?

Kritik sejarah tersebut dibentangkan dengan memulai menengok garis keturunan Ki Hadjar Dewantara yang disebut berasal dari elit keraton yang kokoh memegang ajaran kebatinan Jawa.

Sebagaimana diungkapkan Artawijaya, penulis buku Gerakan Theosofi di Indonesia (Pustaka Al-Kautsar, 2009), Taman Siswa adalah lembaga pendidikan bercorak kebangsaan, kebatinan, dan mengadopsi nilai-nilai barat.

Baca Juga: Terpaksa bertemu nasi goreng saat sahur? Ini tips dokter

Narasi serupa juga bisa ditemukan dalam buku yang ditulis oleh Buya Hamka berjudul Perkembangan Kebatinan di Indonesia (Penerbit: Bulan Bintang, 1974). Ia menyatakan, Taman Siswa adalah gerakan abangan, klenik, dan primbon Jawa, yang menjalankan ritual shalat daim.

Di wilayah kepercayaan kebatinan, sebut Hamka, shalat di sini bukan bermakna ritual seperti yang dijalankan umat Islam, tetapi shalat dalam pengertian kebatinan, yaitu menjalankan kebaikan terus menerus. Dikenal dengan istilah shalat daim.

Antitesis ini menempatkan KH Achmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyahnya jauh lebih memiliki peran besar dalam pendidikan nasional. Ki Hadjar Dewantara bercorak kebatinan dan barat, sedangkan KH Achmad Dahlan bercorak Islam dan nasional.

Baca Juga: Pemfitnah bungkam, politisi PAN beri kesaksian perempuan dalam CCTV itu adalah istri Munarman

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x