Kepada Barat, Erdogan tegaskan Hamas bukan teroris melainkan kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina

26 Oktober 2023, 06:38 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Hamas bukanlah organisasi teroris, melainkan gerakan pembebasan tanah dan rakyat Palestina. /Foto/Quds Press

WartaBulukumba.Com - Dunia menyaksikan mereka melayang di langit dalam jumlah ratusan pasukan paralayang saat menyerang wilayah Palestina yang diduduki Zionis Israel. Mirip adegan game PUBG, dalam pertempuran sengit paling epik sepanjang sejarah perang Hamas-Zionis, Operasi Badai Al Aqsha atau Taufan Al Quds pada 7 Oktober itu memang meremukkan musuhnya.

Pernyataan dukungan terhadap gerakan bersenjata Hamas sebagai bagian perjuangan kemerdekaan Palestina kembali digemakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Tersibak dalam komentar terkuatnya hingga saat ini mengenai kondisi Gaza, mengatakan pada hari Rabu bahwa kelompok militan Palestina, Hamas, bukanlah organisasi teroris tetapi sebuah kelompok pembebasan yang berjuang untuk melindungi tanah dan rakyat Palestina.

Baca Juga: Membalas serangan Hamas, Zionis Israel bombardir Gaza tanpa henti

Dalam pembicaraan dengan anggota parlemen dari partainya, Partai AK yang berkuasa, Erdogan juga mendesak untuk gencatan senjata segera antara pasukan Israel dan Palestina, serta mengatakan bahwa negara-negara Muslim harus bersatu untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

"Hamas bukanlah organisasi teroris, tetapi sebuah kelompok pembebasan, 'mujahideen' yang berjuang untuk melindungi tanah dan rakyatnya," katanya, dikutip dari Al Arabiya pada Kamis, 26 Oktober 2023.

Erdogan juga mengkritik kekuatan Barat yang telah menyatakan dukungan untuk tindakan balasan Israel terhadap Hamas, dengan mengatakan bahwa "air mata Barat yang tumpah untuk Israel adalah manifestasi dari kecurangan."

Baca Juga: Hamas menangkap Mayor Jenderal Israel, menyandera banyak tentara dan menguasai markas militer Zionis

Kondisi Gaza Terkini

Sementara itu, di antara puing dan abu, di sela-sela ledakan roket dan bom yang dilesakkan militer Zionis Israel yang seperti sengaja  menyasar target warga sipil dan bangunan non militer, di antara seruan Free Palestina di berbagai penjuru dunia, tersingkap cerita memilukan keluarga-keluarga Palestina.

Salah satu di antaranya cerita tentang gelang gelang identifikasi. Bukan gelang biasa, melainkan tanda harapan dan keinginan dikenali jasadnya jika mereka gugur.

Pekuburan massal menjadi rumah terakhir bagi yang tak dikenal, hanya diberi nomor sebagai ganti nama. Sudah 6055 Syuhada di Gaza dibunuh Zionis Israel yang juga membunuh 103 warga Palestina di Tepi Barat. 

Baca Juga: Zionis dengan Hamas berbeda versi terkait jumlah tentara Israel yang tewas

Ali El-Daba, seorang ayah berusia 40 tahun, melihat kehancuran yang mengubah jenazah menjadi puing tak dikenal.

Untuk mencegah semua yang ia cintai tewas dalam satu serangan mengerikan, ia membuat keputusan yang memilukan. Bersama istri tercinta, Lina yang berusia 42 tahun, mereka memisahkan anak-anak mereka. Dua putra dan dua putri mereka tetap di Gaza City di utara, sementara Ali pindah ke Khan Younis di selatan bersama tiga anak lainnya.

Di antara gemuruh bahaya, ada keluarga-keluarga yang mengenakan gelang identifikasi, bukan sebagai perhiasan, tetapi sebagai pengingat akan orang-orang yang mereka cintai. Gelang ini adalah napas harapan di tengah kabut perang.

Menghadapi ketidakpastian dan risiko tak terbayangkan, Ali membeli gelang-gelang berwarna biru. Dia mengikatnya erat di pergelangan tangan mereka. Gelang identifikasi ini adalah ikatan yang melekat dalam kegelapan, mengingatkan bahwa keluarga ini adalah satu, terlepas dari jarak yang memisahkan mereka.

"Jika sesuatu terjadi," ujar Ali dengan mata berkaca-kaca, "dengan cara ini, saya akan selalu mengenali mereka," ungkapnya, dikutip dari Reuters pada Kamis.

Gaza Tanpa Listrik dan Bahan Bakar

Gaza kian terjepit dengan layanan rumah sakit yang kini tak berdaya akibat kehabisan sumber daya.

Wartawan BBC di Gaza, Rushdi Abualouf, mengatakan rumah sakit kini telah menutup hampir semua layanannya kecuali instalasi gawat darurat.

"Sebagian besar departemen di rumah sakit ditutup karena mereka ingin meminimalkan jumlah bahan bakar yang mereka gunakan," jelasnya melalui laporan dalam program Today di BBC Radio 4.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa pasokan bahan bakar di Gaza akan segera habis, menghadirkan ancaman nyata pada kesehatan dan kemanusiaan warga yang terlilit konflik tak berkesudahan.

Rumah sakit-rumah sakit di Gaza, yang sebelumnya menjadi tempat harapan, kini terhempas dalam kegelapan. Bahan bakar semakin menipis, hingga hampir seluruh layanan rumah sakit telah terpaksa ditutup, kecuali IGD yang tetap bersinar sebagai nadi terakhir harapan.

PBB menyerukan pengiriman pasokan bahan bakar ke Gaza dengan segera. Ini bukan semata-mata tentang menjaga generator listrik tetap berjalan atau kendaraan bermotor bergerak. Ini adalah tentang memastikan setiap tetes air minum yang bersih tetap mengalir, menjamin pintu rumah sakit tetap terbuka, dan memungkinkan operasi kemanusiaan untuk terus berlanjut.***

 

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler