Gerakan 'Me Too' sedang 'menjungkirbalikkan' dunia puisi Australia

- 6 April 2021, 04:30 WIB
Ilustrasi puisi.
Ilustrasi puisi. /Pixabay.com/Andreas160578

 

WartaBulukumba - Para penyair generasi baru menemukan cinta pertama mereka dalam puisi slam, atau " jenis ekspresi baru", seperti media sosial dan perkembangan puisi Instagram. 

Kebanyakan di antara mereka adalah perempuan. Mereka berbicara melalui puisi dengan tema lintas ideologi, realitas, dan bahkan era digital. 

Para penyair generasi baru menulis tentang hal-hal selain trauma atau identitas. Puisi penyair Brisbane kelahiran Fiji, Shastra Deo, misalnya, menjelajahi video game, anime, fiksi, dan fenomena budaya pop lainnya. Deo memenangkan Medali Emas Masyarakat Sastra Australia pada tahun 2018.

Baca Juga: Bagaimana cara memeriksa akun Anda termasuk dari kebocoran data 533 juta akun Facebook?

Tidak ada seorang pun yang menduga sebelumnya, penyair dan penerbit di Australia sepakat mengatakan bahwa gelombang tulisan baru di Negeri Kanguru telah hanyut dalam gerakan "Me Too". Sesuatu yang sangat mengubah dunia sastra, terkhusus puisi di Australia.

Dilansir WartaBulukumba dari The Guardian, Sabtu 3 April 2021, ketika Evelyn Araluen dan Jonathan Dunk, editor bersama majalah sastra Overland, mengumumkan daftar untuk hadiah majalah Nakata Brophy untuk puisi Pribumi tahun lalu, mereka menerima surat keluhan. Tidak ada laki-laki dalam daftar itu.

“Kami hanya memiliki daftar  perempuan dan non-biner,” kata Araluen.

Baca Juga: Google memperketat akses pengembang memperoleh data pengguna aplikasi

Hanya pada beberapa tahun yang lalu, katanya, perempuan yang masuk ke dalam hadiah puisi mana pun pasti kalah jumlah oleh laki-laki, dan penyair pribumi sangat sedikit.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah