Polisi Myanmar menangkap 1700 demonstran, 29 di antaranya ternyata jurnalis

- 5 Maret 2021, 06:05 WIB
Demonstrasi di Myanmar menentang Kudeta Milliter 1 Februari.
Demonstrasi di Myanmar menentang Kudeta Milliter 1 Februari. /AP

WartaBulukumba - Para demonstran di Myanmar nampaknya tidak terpengaruh oleh  jumlah kematian yang bertambah akibat tindakan keras polisi dan tentara terhadap aksi protes mereka. 

Kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet menyebutkan, sedikitnya 54 orang tewas secara total tetapi jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Lebih dari 1700 orang telah ditangkap, 29 di antaranya ternyata adalah jurnalis.

Pasukan polisi Myanmar membubarkan demonstrasi di beberapa tempat dengan gas air mata dan tembakan pada hari Kamis 4 maret 2021 ketika barisan demonstran turun kembali ke jalan.

Baca Juga: Direktur Jenderal ESDM beberkan Amazon akan bangun pusat data di Indonesia

Insiden tersebut mengikuti hari paling berdarah sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, dengan utusan khusus PBB untuk Myanmar mengatakan 38 orang telah tewas pada Rabu 3 Maret 2021.

Meskipun polisi bersikap represif -lebih tepatnya brutal atau ganas- terhadap demonstran, namun setidaknya 19 polisi Myanmar telah menyeberang ke India, takut akan penganiayaan karena tidak mematuhi perintah. Mengutip pengakuan seorang perwira polisi India.

Baca Juga: Riset UGM: Isu virus varian baru, B117 kebal vaksin tidak benar

Dolansir WartaBulukumba dari Reuters, Kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet, meminta pasukan keamanan untuk menghentikan apa yang dia sebut sebagai "tindakan keras kejam terhadap pengunjuk rasa damai".

"Militer Myanmar harus berhenti membunuh dan memenjarakan pengunjuk rasa," kata Bachelet dalam sebuah pernyataan.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah