Prabowo sebut 'Ndasmu etik' hanya kelakar biasa, pakar menilai 'karena tidak memiliki kosa kata yang cukup'

- 18 Desember 2023, 22:48 WIB
Prabowo dan Anies saat bersalaman di Debat Capres
Prabowo dan Anies saat bersalaman di Debat Capres /DoK FANPAGE/Prabowo Gibran/

Baca Juga: Caleg DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Al Gazali, S.Sos: 'Kita harus menggali akar masalah'

Tidak memiliki kosa kata yang cukup

Yang pertama, lanjut Jacob, boleh jadi kata ucap 'Ndasmu etik' itu karena tidak memiliki kosa kata yang cukup, sehingga bisa diucapkan hanya etis ndasmu itu. Bisa juga kata ucap etis ndasmu itu menjadi pilihan sadar karena kepanikan untuk memberi argumen yang lebih bijak, sehingga perbendaharaan kata dan bahasa ucap yang minim itu menjadi pilihan terpaksa, karena hanya sebatas itu saja kekayaan dari bahasa yang dimiliki, sehingga dapat mencerminkan kepemilikan bahasa ucap yang miskin.

"Agaknya, itulah sebabnya dahulu ketika belajar di Sekolah Rakyat ada pelajaran bahasa Indonesia yang kemudian dikukuhkan oleh ahli bahasa agar dapat diucapkan dengan baik dan benar. Sebab menurut telisikan para budayawan bahwa bahasa itu cukup mencerminkan pemahaman dan pendalaman terhadap budaya orang yang bersangkutan. Maka itu semakin halus dan cermatnya pilihan bahasa ucap seseorang akan mencerminkan klas dan derajat sosial orang yang bersangkutan," tutur Jacob.

Dalam bahasa Jawa, dan umumnya bahasa suku bangsa yang ada di Nusantara ini, memiliki kelas atau semacam level tingkatan untuk diucapkan secara tepat kepada mereka yang sedang menjadi kawan bicara.

Baca Juga: Perempuan Indonesia dalam kalkulasi Pemilu 2024: Antara angka dan realitas politik

"Karena itu, cara berbicara di depan publik dengan cara berbicara dalam obrolan santai sehari-hari pun tetap harus mengindahkan tata kerama yang pas dan tepat. Sebab dalam pembicaraan dengan Ndoro Dalem tidak bisa disamakan dengan cara berbicara dengan Kawulo Alit. Itulah sebabnya budaya keraton dan tradisi masyarakat adat tetap relevan untuk ditekuni dan dipelajari agar dapat mampu menjaga sopan santun, atau unggah -ungguh yang baik, bukan hanya atas anggapan diri kita sendiri, namun atas penilaian serta kesan yang diberikan oleh orang lain," tegas Jacob.

Dia menekankan lagi, politik etis dan etis politik itu jelas sangat berbeda seperti asam sulfat dan asam urat. Trias Van Deventer semacam istilah yang dikenal sebagai bentuk kebijakan politik etis dari Hindia Belanda yang bijak untuk bangsa pribumi dengan membuat irigasi (pengairan dan sistem pertanian) serta edukasi (pendidikan dengan memberi kesempatan sekolah) dan imigrasi untuk memeratakan wilayah penyebaran penduduk agar membludak hidup diperkirakan menjadi warga miskin.

Politik etis dalam sejarah bahasa Indonesia kemudian tercatat sebagai politik balas budi. Jadi jelas bedanya dengan etis politik. Dan budaya politik dapat dicerminkan juga oleh kepemilikan bahasa yang minim, miskin, karena mungkin terlalu asyik mempelajari strategi politik untuk terus menang, meskipun tanpa mengindahkan etis, tata cara, sopan santun, tutur bahasa yang indah hingga menyejukkan telinga siapa saja yang mendengar penuturan itu.

"Atas dasar itu, agaknya, ungkapan 'Ndasmu etik' itu jadi mengusik pendengaran orang banyak untuk memberikan penilaian dari perspektifnya masing-masing. Kendati semuanya tetap bermuara pada kesan yang negatif dan sengak. Seperti memperkosa telinga setiap orang yang mendengarnya," kata Jacob Ereste mengakhiri obrolan.

Tanggapan Prabowo Subianto

Calon Presiden RI Nomor Urut 2 Prabowo Subianto menanggapi ungkapannya 'Ndasmu etik' pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra di Jakarta pekan ini yang viral di media sosial kemudian menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah