Mualimin membeberkan dalam satu semester Dirjen HAM menerima 790 aduan, melalui surat ada 695 kasus. Sedangkan media online 95 aduan dan melalui aplikasi Simasham 28 aduan.
"Semester 1 kami terima ada sekitar 790-an aduan, hampir 800, di semester berikutnya berapa? Hampir 1600 kasus. Yang paling banyak itu pertanahan itu ada 184 aduan, dan pidana capai 100 lebih," ungkapnya.
Baca Juga: 57 eks pegawai KPK dilantik jadi ASN Polri pekan depan
Dari jumlah aduan itu, kata Mualimin, baru diselesaikan 331 aduan untuk ditelaah dan 229 untuk diberikan rekomendasi.
Sementara wilayah pengaduan paling banyak di wilayah 1 sekitar 348 aduan, di wilayah 2 ada 213 aduan, di wilayah 3 ada 134 aduan, dan di wilayah 4 ada 95 aduan.
"Untuk wilayah 1 ada Sumut, Sumbar, Jambi, Banten, Kalbar, Jabar, Bali, Sultera, Gorontalo, Papua Barat. Untuk wilayah 2 ada Aceh, Kepri, Sumsel Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jatim, Kaltim, NTB, Sulut, Maluku," terangnya.
Baca Juga: Gunung Semeru masih memendam potensi bahaya awan panas, guguran lava hingga batuan pijar
"Sedangkan untuk wilayah 3 ada Bangka Belitung, Jateng, Kalsel, Kaltara, NTT, Sulteng, Sulses, Sulbar, Maluku Utara, dan Papua. Untuk wilayah 4 itu bebas, bisa tanpa wilayah termasuk penanganan media online," imbuhnya.
Pelanggaran HAM Berat
Sebelum tahun 2021, terdapat sejumlah kasus pelanggaran HAM Berat di Indonesia yang sampai saat ini belum menemukan titik terang.