Network
Ia ingin sekali kuliah tetapi keadaan finansial keluarga tidak mendukung. "Bingung mau masuk universitas tidak ada duit. Akhirnya ngabdi di pesantren dengan seikhlasnya," kenang Shamsi.
Baca Juga: Muhammad Arief Saenong dan mimpi tentang museum Pinisi di Bulukumba
Beberapa bulan kemudian, Shamsi ditawari pimpinan pondok pesantren belajar ke Pakistan. Ia pun melanjutkan studi di International Islamic University. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia menjadi muazzin (tukang adzan) di Masjid Faisal, masjid terbesar di Islamabad.
Jenjang S1 dalam bidang Tafsir diselesaikan tahun 1992. Ia kemudian melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan jenjang S2 di universitas yang sama tamat tahun 1994, dengan memilih bidang Perbandingan Agama.
Hingga akhirnya ada tawaran mengajar di Jeddah, Arab Saudi, yang langsung disetujuinya. Di Jeddah ini, Shamsi sering memberikan ceramah manasik haji di KJRI Jeddah.
Baca Juga: Mochtar Pabottingi, cendekiawan nasional dari Bulukumba dalam sastra dan politik yang holistik
Pada saat ceramah manasik haji, Shamsi bertemu dengan Wakil Tetap RI untuk PBB New York, Nugroho Wisnumurti.Nugroho mengundang Shamsi untuk memimpin masjid Indonesia yang sekarang bernama Masjid Al Hikmah di New York, sembari menjadi staf Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI).
Sebelumnya ia memang mempunyai keinginan melanjutkan pendidikan ke luar negeri yakni antara di Inggris atau Amerika. Sehingga pada saat ditawari ke Amerika ia pun setuju. "Pertama kali tiba di Amerika Serikat saya khawatir," ungkapnya.
Menurutnya, ia berada di sebuah negara yang bebas segala rupa. Hal ini berbeda saat masih di Jeddah yang serba tertutup.
