Network
WartaBulukumba.Com - Di bawah langit abu-abu yang berat, ini adalah kisah Gaza, tempat di mana pilihan hidup dan mati juga tergantung pada seember bahan bakar.
Badai keputusasaan melanda bumi yang terkepung ini. Organisasi Pengungsi PBB untuk Palestina berbagi bahan bakar yang mereka miliki agar truk-truk dapat mengantarkan bantuan, roti bisa mengenyangkan warga yang berlindung, air dapat diolah menjadi air tawar, dan rumah sakit dapat menjaga inkubator, mesin pendukung kehidupan, serta peralatan penting lainnya tetap beroperasi.
Namun, semakin dalam mereka berbagi, semakin terasa datangnya keputusasaan. Menurut juru bicara UNRWA, Tamara Alrifai, jika mereka terus memberikan bantuan ini, maka persediaan bahan bakar akan habis pada hari Kamis.
Sebuah pertanyaan terasa begitu berat di hati mereka, "Apakah kami berikan untuk inkubator atau untuk roti? Keputusan yang sangat sulit," ungkap Tamara Alrifai, dikutip dari Al Jazeera pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Lebih dari setengah fasilitas perawatan kesehatan utama di Gaza telah berhenti beroperasi, seperti yang diungkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
Di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza City, kekurangan obat dan air bersih telah menyebabkan tingginya tingkat infeksi yang mengkhawatirkan, seperti yang diungkapkan oleh kelompok Dokter Tanpa Batas. Amputasi seringkali diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi pada luka.
Seorang ahli bedah dengan kelompok tersebut menggambarkan momen pahit ketika ia harus melakukan amputasi setengah kaki seorang bocah 9 tahun dengan hanya "sedasi ringan" di lantai lorong, sembari ibu dan saudara perempuan anak itu menyaksikannya.
Di tengah tragedi ini, pertanyaan yang menggelitik hati tetap bergema, "Apakah bahan bakar harus diberikan untuk inkubator atau roti?" Keputusan yang tak terlupakan, yang meresap dalam jiwa Gaza, di mana hidup dan mati terjalin dalam bahan bakar dan keputusan yang tak pernah mudah.
