Bersama air mata, lelaki perantau itu dipeluk sang ibu dan kampung halamannya

- 31 Maret 2021, 21:10 WIB
Baki Hadiri sesaat setelah tiba di kampung halamannya, Rabu 31 Maret 2021.
Baki Hadiri sesaat setelah tiba di kampung halamannya, Rabu 31 Maret 2021. /Facebook.com/@andhika.rahasia.s
 
WartaBulukumba - Tidak banyak lelaki perantau seberuntung Baki Hadiri yang masih bisa kembali pulang mencium aroma tanah leluhur.
 
Ia datang dengan sekujur tubuh dan ingatan yang mengenaskan namun masih memiliki kesempatan bertemu perempuan yang dia sebut "ammak" (ibu).
 
Bergulir dalam berita sebelumnya, Baki Hadiri adalah seorang lelaki perantau yang ditemukan dalam keadaan sakit. Ia terkapar di sana, di Batu Licin, Kalimantan Selatan. 
 
 
Ia lelaki yang sendirian, namun kemanusiaan dengan tangan-tangan baiknya telah terjulur penuh empati melalui Baznas dan Dinas Sosial Bulukumba, rumah sakit di Pontianak, relawan, dan sederet lagi yang tak bisa dihitung satu-persatu.
 
Ia lelaki yang kini pulang ke kampung halamannya. Sang ibu masih hidup. Air mata haru dan pelukan hangat mendekap Baki Hadiri.
 
Kampung itu seketika ramai. Baki Hadiri yang sebelumnya tak punya kabar sejak kepergiannya ke negeri seberang itu kini berkabar tentang makna kekuatan cinta, kemanusiaan, kasih seorang ibu, rindu, kenangan, dan sisi lain manusia perantau.
 
 
Andhika Mappasomba, salah satu pejuang kemanusiaan dalam upaya memulangkan Baki Hadiri ke kampung halamannya, menulis sepotong narasi dalam sebuah postingan di akun Facebook-nya, Rabu 31 Maret 2021:
 
Baki Hadiri, Air Mata Ibu yang Tumpah dari Kerinduan
 
Kita mungkin tak senasib dengan Baki Si Lelaki paling beruntung Merantau puluhan tahun tanpa kabar, lalu ditemukan mengenaskan seperti mayat hidup. Hilang ingatan dan tak ada siapa-siapa.
"Anakku Kodong
Anakku Kodong
Anakku Kodooong"
 
 
Air matanya Tumpah di jelang magrib yang gerimisnya baru reda. Ibu adalah Cinta tiada tara. Ribuan kilometer dari rumahnya, tanpa kabar belasan tahun. Tapi, hati seorang ibu selalu dipenuhi keyakinan, Anakku Masih Hidup.
 
Dan sore ini, matahari memang tak tampak, tapi, cahaya hati ibu Baki yang pernah memancar dari air susunya telah menerangi wajah Baki.
 
Dengan suara berat tertahan, Baki tiba-tiba saja memanggili wajah tua di hadapannya,
"Ammak... Ammak.. Ammak,"
 
 
Tetagga-tetangga Baki menangis ramai ramai sore tadi,
Baki masih beruntung, ada Cinta Ibu yang masih selalu menunggunya pulang, meski dalam sergapan kemiskinan. Apakah Kau Masih punya Ibu? Jagalah. Dan berbaktilah padanya. Jangan pernah melukainya.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x