Menyingkap kembali kebrutalan PKI di sudut kelam sejarah dan politik Indonesia

- 29 Mei 2023, 15:22 WIB
DN Aidit dalam kampanye PKI pada Pemilu 1955.
DN Aidit dalam kampanye PKI pada Pemilu 1955. /Dok. Arsip Nasional RI

Di Monumen Soco terdapat bukti gerbong maut dan sumur yang digunakan untuk mengangkut dan membuang ratusan korban. Salah satu gerbong yang dulunya digunakan untuk mengangkut tebu dan hasil gula itu kini diletakkan sebagai bukti sejarah. Bekas sumur yang dijadikan tempat pembuangan sudah ditutup dan di atasnya dibangun sejenis tugu kecil.

Di dekat sumur itu juga dibangun prasasti nama-nama korban pembataian PKI. Di sumur itu ditemukan tak kurang dari 108 jenazah korban kebiadaban PKI. Sebanyak 78 orang diantaranya dapat dikenali, sedangkan sisanya tidak dikenal.

Di antara nama-nama yang tertera di monumen Soca itu adalah pimpinan Pondok Pesantren ath-Thohirin Mojopurno Magetan, KH. Sulaiman Zuhdi. Beliau merupakan salah seorang kiyai yang tidak hanya pandai dalam bidang agama, namun juga sebagai pengamal tarekat Naqsyabandiyyah-Khalidiyyah. Dia juga mampu menciptakan tenaga pembangkit listrik bertenaga air pada 1938, membuat pabrik rokok, membuat pabrik kain tenun (tekstil), dan menyamak kulit hewan.

Menurut Kiai Sulaiman,  yang juga dikenal sebagai pejuang gigih kemerdekaan di barisan tentara Hizbullah dijelaskan bahwa,  dia merupakan salah satu komandan dan panutan dalam kesatuannya yang berkedudukan di Mojokerto. Disamping itu, Kiai Sulaiman sangat dikenal oleh masyarakat Magetan sebagai pemimpin yang disegani.

Pada masa kemerdekaan, Kiai Sulaiman kemudian menjadi penasehat Bupati Magetan, Sudibjo. Namun, keduanya akhirnya meninggal dunia pada 1948 September karena keganasan PKI ketika melakukan petualangan politik di Madiun, yang dikenal dengan Madiun Affair. Selain Kiai Sulaiman, beberapa nama lain yang menjadi korban pembantaian PKI di Desa Soco adalah Jaksa R Moerti, Kiai Muhammad Suhud yang merupakan ayah mantan Ketua DPR/MPR Kharis Suhud, Kapten Sumarno dan beberapa pejabat pemerintah lainnya.

Selain Monumen Soca, ada juga Monumen Keganasan PKI yang terletak di Rejosari, Kawedanan, Magetan, Jawa Timur. Di sana terpacak 26 nama korban pembataian PKI. Beberapa nama ulama yang ada di monumen itu di antaranya tertulis K. H. Imam Shofwan, pengasuh Pesantren Thoriqussu’ada Rejosari, Madiun.

Kiai Shofwan dikubur hidup-hidup di dalam sumur tersebut, setelah disiksa berkali-kali oleh kelompok PKI yang biadap dan tidak berperikemanusiaan. Bahkan, ketika dimasukkan ke dalam sumur, Kiai Shofwan sempat mengumandangkan azan. Selan itu, dua orang putra Kiai Shofwan, yakni Kiai Zubeir dan Kiai Bawani juga menjadi korban keganasan PKI dan dikubur hidup-hidup secara bersama-sama.

Pondok Modern Gontor

Sejak tanggal 18 September 1948, Muso memproklamirkan negara Soviet Indonesia di Madiun. Setelah Magetan, Ponorogo juga menjadi sasaran berikutnya. Kiai di Pondok Takeran Magetan sudah dihabisi oleh PKI. Sekitar 168 orang tewas dikubur hidup-hidup.

Kemudian PKI bergeser ke Ponorogo dengan sasaran Pondok Modern Darussalam Gontor. Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, keadaan yang semula tenang menjadi penuh kekhawatiran. Meskipun jarak antara Gontor dan Madiun terpaut sekitar 40 kilometer, semua peristiwa itu membuat para santri resah. Mereka khawatir akan menjadi korban situasi yang tidak menguntungkan itu.

Sebagian santri kemudian ada yang minta izin pulang, khususnya mereka yang bertempat tinggal tidak jauh dari pondok. Sementara itu yang lain masih banyak yang tetap tinggal di dalam pondok.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x