WartaBulukumba.Com - Di tenda-tenda pengungsian di Rafah, atmosfernya campuran antara ketegangan dan kebersamaan. Masing-masing lembaran tenda yang terpasang saling sambung menyambung, menciptakan labirin dari kain dan tali yang berfungsi sebagai dinding pembatas. Tenda-tenda ini dibangun berdempetan, mengambil setiap inci ruang yang tersedia.
Suara anak-anak bermain dan tertawa memberikan kontras dengan suara pembicaraan serius orang dewasa yang berdiskusi tentang keadaan terkini dan rencana untuk hari-hari mendatang. Meski dalam kondisi yang sulit, anak-anak menemukan cara untuk menghibur diri mereka sendiri, bermain bola yang terbuat dari kain bekas atau berlari-lari kecil di antara tenda.
Lantai tenda biasanya ditutupi dengan karpet atau selimut yang sudah usang untuk memberikan sedikit kenyamanan. Di malam hari, tenda-tenda ini diisi dengan barisan matras tipis dan sleeping bag, yang diletakkan berdampingan untuk tidur. Privasi hampir tidak ada; suara bisikan, batuk, atau tangisan bayi dengan mudah terdengar dari satu tenda ke tenda lainnya.
Sekjen PBB peringatkan dampak serangan militer ke Rafah
Sekjen PBB Antonio Guterres pada Selasa menyeru kepada mereka yang memiliki pengaruh atas 'Israel untuk mencegah jatuhnya korban sipil lebih banyak dan pengungsian, di tengah peringatan keras mengenai operasi militer di Rafah, Gaza selatan.
"Serangan militer di Rafah akan menjadi eskalasi yang yang tak tertahankan, menewaskan ribuan warga sipil dan memaksa ratusan ribu orang mengungsi,” kata Guterres pada konferensi pers, dikutip dari Antara pada Rabu, 1 Mei 2024.
Pada Rabu, 13 warga Palestina dilaporkan tewas dalam serangan Israel Penjajah ke Rafah. Rafah adalah sebuah kota di Jalur Gaza bagian selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Agresi Israel Penjajah di Jalur Gaza telah membuat lebih dari satu juta warga Palestina mengungsi ke Rafah, dan lebih dari 34.000 orang telah tewas sejak 7 Oktober 2023.