Pendekatan kultural sang muballigh komplit di Bulukumba, Andy Satria              

- 6 Mei 2022, 06:00 WIB
Pendekatan kultural sang muballigh komplit di Bulukumba, Andy Satria                 
Pendekatan kultural sang muballigh komplit di Bulukumba, Andy Satria               /Dok. Andy Satria

Mengenai pendekatan kulturalnya, Andy Satria memaparkan tentang kategorisasi dakwah struktural dan kultural yang sifatnya sangat kondisional, tergantung dimensi ruang dan waktu.

Menurutnya, definisi keduanya sangat baik untuk menjelaskan dan memahami apa saja yang terjadi dalam perjalanan dakwah yang telah dieksekusi ke dalam realitas di lapangan.

Sesuatu dapat dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara serius dan intensif mengupayakan Islam menjadi bentuk dan mempengaruhi dasar nagara. Untuk itu, kecenderungan dakwah ini seringkali mengambil bentuk dan masuk ke dalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif dan legislatif serta bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya.

Dengan demikian aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, ekonomi guna menjadikan Islam menjadi basis Ideologi negara, atau setidaknya memanfaatkan perangkat negara untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian bentuk dakwah struktural cenderung mempunyai maksud dan tujuan untuk mendirikan negara Islam, karena negara dianggap sebagai alat dakwah yang paling strategis dan menjanjikan guna tegaknya syari’ah Islam.

Sedangkan terkait dakwah kultural, ia memandang sisi ini merupakank salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktirnal formal antara Islam dan politik atau relasi Islam dan negara. Gerakan dakwah ini cenderung mempertanyakan model gerakan dakwah struktural yang menyatakan bahwa dakwah dipandang belum “sungguh-sungguh” memperjuangkan Islam, jika belum secara terus-menerus memperjuangkan negara berdasarkan syari’ah Islam. Dengan demikian dakwah kultural mempertanyakan  asumsi bahwa syari’ah Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan bangsa karena dakwah kultural memiliki perbedaan prinsipil dalam menterjemahkan apa yang disebut sebagai Syari’ah Islam.

“Yang terjadi sekarang ini adalah gerakan ganda yang saling melengkapi satu sama lain. Bedanya adalah, kelompok yang memakai dan meyakini esensi dakwah kultural yang mempertanyakan asumsi perjuangan dan totalitas syari’ah Islam dan menolak pendirian negara Islam juga memakai struktur sosial, politik dan ekonomi untuk mencapai tujuan dakwahnya. Begitupula, dakwah struktural tidak mesti dimaknai mereka tidak memandang pentingnya dimensi kultur masyarakat Islam untuk mempromosikan maksud dan tujuan mereka.”

Ketika ditanya mengenai jalur dakwah manakah yang dominan, Andy Satria menjawab, “Menurut saya dewasa ini keduanya saling berebut tempat, hanya saja ada dimensi dakwah yang sering dilupakan yakni bagaimana mengupayakan peningkatan keimanan kaum Muslim serta mengimplementasikan ajaran Islam dalam konteks negara bangsa (NKRI) secara substansial-harmonis. Dengan demikian, keinginan untuk menjalankan syari’ah Islam bagi para pemeluk Islam tidak mesti diikuti dengan pendirian negara Islam untuk menjamin tegaknya Syari’ah Islam.

Bukankah sudah banyak akomodasi parsial dan bahkan penuh terhadap Syari’ah Islam di tengah-tengah NKRI ini?”

Rupanya pendekatan kultural muballigh yang suka guyon ini berbuah manis. Di kalangan dewasa dan orangtua, ia disukai dengan gaya fleksibilitasnya.

Di kalangan anak muda dan intelektual, ia digandrungi karena gaya ‘gaul’nya yang dipadu dengan karakter khas seorang intelektual muda.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x