Peristiwa G30S PKI: Menguak misteri peran CIA dan Soeharto

30 September 2023, 19:03 WIB
Sosok Mayjen Soeharto yang kemudian menjadi Presiden Indonesia setelah Soekarno /Tangkapan Laya Instagram/@Arsip_Indonesia

WartaBulukumba.Com - Tidak ada pusaran sejarah kelam Indonesia yang lebih misterius hingga kini selain peristiwa G30S PKI. Sebagai fakta, G30S PKI adalah sebuah percobaan kudeta. Pelakunya jelas: PKI. Namun siapakah dalangnya? Berbagai versi berkelindan hingga hari ini.

Dari berbagai versi sejarah,  siapa dalang G30S PKI menukik ke setidaknya lima versi: pertama, PKI dalang yang murni, kedua adalah kudeta merayap atau creeping coup yang dilakukan TNI AD dengan meminjam tangan PKI, ketiga adalah Soeharto, keempat adalah Soeharto dibantu CIA, kelima adalah CIA dengan memanfaatkan Soeharto, dan keenam adalah Sukarno.

Soeharto berceritera tentang kebijakan dan tindakan yang ditempuhnya terkait G30S PKI dalam buku ‘The Smiling General’ (Gunung Agung, Jakarta) yang ditulis seorang sosiolog Jerman O.G. Roeder.

Dalam bab 2 buku ‘The Smiling General’, Soeharto mengatakan kepada Roeder tentang Brigjen Sugandhi yang telah mengingatkan Bung Karno bahwa tak lama lagi akan terjadi kup (coup) komunis. 

Baca Juga: 30 September, tugu kegagalan DN Aidit dan G30 S PKI

Dalam ‘Necessary Illusions’ (Southend Press, Boston, 1989), Noam Chomsky merujuk ke editorial dalam ‘New York Times’ setelah kup tahun 1965 di Jakarta, yang menyebut bahwa AS telah bertindak bijaksana dengan tinggal di belakang layar selama kekacauan itu berlangsung.

Dan mengapa begitu?‘Karena Angkatan Bersenjata Indonesia telah berhasil mengamankan bom waktu politik di negeri itu, yaitu partai politik yang berkuasa saat itu (PKI), dengan melenyapkan semua pemimpin PKI tingkat satu dan tingkat dua dengan satu atau berbagai cara lainnya.’ (hlm. 107). Orang Amerika tidak melakukan protes ketika kaum kiri atau pengikut Marx ‘dilenyapkan’, tetapi, ya ampun, betapa kecilnya dunia ini apabila ada Yankee yang terbunuh di luar negeri. Orang Israel begitu juga. Segera setelah seorang pemukim terbunuh, helikopter penembak diterbangkan sebagai balas dendam terhadap penduduk sipil Palestina, untuk menembaki dan membunuh lusinan orang yang tidak bersalah. Juga ketika ‘Times’ merujuk ke ‘satu atau berbagai cara’ pembantaian terencana sejenis yang dilakukan Hitler, Stalin, atau Mao, dibiarkan dan selanjutnya diredam secara efektif.

Sebanyak 39 dokumen rahasia milik Amerika Serikat terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965 dibuka kepada publik pada Oktober 2017.

Baca Juga: Menyingkap kembali kebrutalan PKI di sudut kelam sejarah dan politik Indonesia

Dari dokumen-dokumen itu terungkap sejumlah pengetahuan, di antaranya rencana kudeta terhadap Sukarno, kekejaman pembantaian terhadap orang-orang yang terhubung maupun terduga Partai Komunis Indonesia, perintah pembunuhan massal oleh Soeharto, dan keterlibatan Amerika Serikat. 

Semua itu disebut-sebut menguatkan banyak hasil penelitian yang mengungkapkan bukti-bukti kuat pengetahuan tentang tragedi 52 tahun lalu tersebut. Termasuk tentang dugaan adanya peran aktif AS dalam kudeta dan pembunuhan massal. Kedekatan hubungan Sukarno dengan PKI saat itu membuat AS kesulitan dalam melobi Sukarno untuk mencapai kepentingan-kepentingan AS di Indonesia. Sukarno paham betul bahwa AS bagaimanapun merupakan negara yang ia sebut memiliki kepentingan neokolonialisme dan imperialisme (Nekolim).

Kampanye anti-nekolim yang berarti juga anti-AS pada 1960-an cukup populer di tingkat akar rumput. Indonesia merupakan objek penting bagi AS saat itu. Selain keinginan untuk merampok kekayaan sumber daya alam, Indonesia dianggap sebagai pemain besar dan menentukan dalam memengaruhi negara-negara di Asia Tenggara. Maka mendongkel Sukarno dari kekuasaannya menjadi langkah taktis dan wajib bagi AS. 

Baca Juga: Kesaksian tidak tertulis dari peristiwa G30S PKI dalam 'bahasa langit' bersama Sri Eko Sriyanto Galgendu

Ketika peristiwa Gerakan 30 September terjadi dan setelahnya diikuti pembantaian massal oleh Angkatan Darat Indonesia, AS disebut diam-diam memberikan dukungan untuk keberlangsungan operasi tersebut dan kudeta terhadap Sukarno.

Keterlibatan AS juga tercatat dalam Dokumen 8 yang memuat surat tertanggal 23 Oktober 1965 dari Norman Hannah, penasihat politik komandan pasukan AS di Pasifik, kepada Dubes AS untuk Indonesia, Marshall Green.

Dokumen itu mengungkapkan kemungkinan untuk memberikan dukungan kepada Angkatan Darat dalam melakukan pembunuhan massal.

“Kemungkinan yang cukup tinggi bahwa AD Indonesia akan meminta bantuan kita untuk melawan pemberontakan PKI,” tulisnya. Permintaan semacam itu, dia berspekulasi, “dapat mencakup apapun mulai dari operasi dan bantuan tersembunyi hingga angkutan, dana, peralatan komunikasi, maupun senjata.”

Buku-buku berbagai versi

Sampai hari ini ada banyak literatur berupa buku, artikel hingga dokumen yang menautka antara G30S PKI dengan Soeharto, CIA, hingga Sukarno.

Bisa kita lacak dalam "Dokumen CIA melacak penggulingan Sukarno dan konspirasi G30S-1965" pada 2002, Penerbit: Hasta Mitra,  Editor: Joesoef Isak

Buku fenomenal yang jelas-jelas mengambil posisi menuding Soeharto sebagai dalang G30S PKI berjudul "Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto" oleh John Roosa, tahun 2008, diterbitkan Institutu Sejarah Sosial Indonesia.

Dalam pendekatan yang berbeda, kita juga bisa simak buku "Siapa Sebenarnya Soeharto: fakta dan kesaksian para pelaku sejarah G-30-S/PKI" yang ditulis oleh Eros Djarot, tahun 2006, Penerbit Mediakita.

Dalam buku "Misteri Angka di Balik Kegagalan Pemberontakan G 30 S/PKI", penulis menggali kegagalan pemberontakan tersebut dari perspektif budaya. Seperti sebuah bangunan yang runtuh karena pondasinya yang lemah, pemberontakan G 30 S/PKI dijelaskan gagal karena tidak memiliki fondasi yang kuat. Buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kegagalan pemberontakan G 30 S/PKI dari perspektif budaya yang melibatkan karakter-karakter yang terlibat di dalamnya.

Dalam buku "Epilog Kudeta G 30 S/PKI: Siapa Melawan Siapa?" oleh Husnu Mufid, diterbitkan pada tahun 2008 oleh JP Books dari Universitas Michigan dan didigitalkan pada tanggal 19 Juli 2010, penulis membahas bagaimana kejadian pemberontakan G 30 S/PKI menjadikan AH Nasution sebagai korban fitnah dalam tragedi nasional tahun 1965. Buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara prolog, peristiwa, dan epilog Gerakan 30 September 1965, yang sangat penting diketahui dan dipahami oleh generasi muda yang tidak mengalami peristiwa itu.

Buku lain yang menarik untuk dicermati adalah "Kegagalan Kudeta G 30 S PKI: Berdamai dengan Sejarah" oleh M. Fuad Nasar, yang diterbitkan pada tahun 2017 oleh Gre Publishing. Buku ini menguraikan peran sosok AH Nasution sebagai korban fitnah dalam tragedi nasional G30S/PKI tahun 1965 yang berhasil lolos dan selamat berkat pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT. M. Fuad Nasar menjelaskan bahwa pemahaman terhadap kebenaran sejarah yang ditulis oleh Pak Nas dan kawan-kawannya mengenai prolog, peristiwa, dan epilog Gerakan 30 September 1965 sangat penting bagi generasi bangsa yang tidak mengalami peristiwa tersebut.

Salah satu buku yang juga sangat menarik adalah "Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto" oleh Salim Haji Said, diterbitkan oleh Mizan pada tahun 2018. Buku ini memiliki keunikan tersendiri karena penulisnya menyaksikan situasi seputar peristiwa tersebut secara langsung. Selain itu, sebagai seorang akademisi, penulis memiliki pengetahuan mendalam dalam menganalisis sumber daya dan kesempatan unik untuk mempelajari dokumen dan literatur langka. Dalam buku ini, penulis berusaha menjawab berbagai kontroversi secara adil dan berimbang serta berupaya menjawab pertanyaan penting: Siapa sebenarnya dalang di balik Gestapu, apakah Sukarno, Soeharto, atau Aidit?

Melalui buku-buku ini, para penulis menguak sejarah yang belum sepenuhnya terungkap dari berbagai sudut pandang. Mereka membantu pembaca memahami latar belakang budaya dan politik yang mempengaruhi kegagalan pemberontakan G 30 S/PKI. Dengan penggalian sumber daya yang unik dan berbagai perspektif yang adil, buku-buku ini menawarkan wawasan baru dan mendalam tentang peristiwa tersebut.

Dalam mengungkap rahasia tersembunyi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penting, buku-buku ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang tragedi nasional yang terjadi pada tahun 1965.

Secara keseluruhan, buku-buku ini memainkan peran penting dalam membangun kesadaran dan pengetahuan kita tentang sejarah yang masih penuh misteri. Dengan membaca dan mempelajari buku-buku ini, para pembaca dapat melihat bagaimana peristiwa Gestapu dan pemberontakan G 30 S/PKI tidak hanya melibatkan faktor politik, tetapi juga memiliki implikasi budaya yang mendalam.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler