Menyingkap 'baku puli' di Bulukumba Sulawesi Selatan, tradisi seserahan penuh filosofi di acara pernikahan

24 April 2022, 20:51 WIB
Baku puli, tradisi seserahan di Bulukumba, Sulsel. /Instagram.com/@imrangemuksekali

WartaBulukumba - Ditutupi daun-daun pisang, isi anyaman yang disebut baku puli selalu saja menggoda selera.

Benda sakral ini adalah seserahan yang dibaluri kekayaan filosofi dan kearifan lokal dalam acara pernikahan adat masyarakat Kajang, suku Konjo yang mendiami bagian paling timur Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Datang dari budaya dan sejarah yang panjang, isi baku puli identik dengan kue tradisional khas masyarakat Konjo di Bulukumba berupa kue merah. Masyarakat Bulukumba menyebutnya dumpi eja.

Baca Juga: Pancasila sudah ada di Bulukumba ribuan tahun silam dalam tradisi demokrasi Ammatoa Kajang

Kue dumpi eja tidak bisa dilepaskan dari tradisi baku puli. Kue dumpi eja ibarat ratu di antara kue tradisional lainnya yang bertahta dalam baku puli.

Dalam bahasa Konjo, kata 'baku' artinya tempat atau 'bakul'. Sedangkan 'puli' artinya penuh. Jadi baku puli yaitu suatu tempat yang penuh dengan kue-kue tradisional. Salah satunya adalah dumpi eja.

Jika ditinjau dari simbol, baku puli adalah bantuk hadiah yang dipersembahkan oleh pengantin laki-laki untuk pengantin perempuan yang diserahkan pada hari akad nikah melalui rombongan pengantin pria ke tempat pengantin wanita.

Baca Juga: Mengenal pola hidup unik Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba Sulsel

Ditakik WartaBulukumba.com dari skripsi berjudul "MAKNA BAKU’ PULI PADA PERNIKAHAN DI DESA DWITIROKECAMATAN BONTOTIRO KABUPATEN BULUKUMBA" yang disusun oleh Kasmawati, FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN ALAUDDIN MAKASSAR, tahun 2018, berikut penjelasan singkat ihwal baku puli dalam acara pernikahan masyarakat Konjo.

Makna baku puli ditinjau dari isinya yaitu agar terjalin keharmonisan antara suami istri saat menjalin hubungan rumah tangga nantinya. Seperti kue bunga-bunga merah yang bentuknya seperti bunga-bunga.

Bentuknya melambangkan keluarga yang bahagia dan harmonis. 

Baca Juga: Bertandang ke rumah filosofi Ammatoa Kajang di Bulukumba

Isi baku puli di antaranya yakni songkolo (ketan). Makanan songkolo bukan sembarangan makanan. Dalam baku puli, songkolo merupakan simbol lem atau perekat, saling mempererat dan saling melengketkan  pasangan suami istri.

Makanan songkolo juga melambangkan persatuan. Sedangkan dumpi eja merupakan kue yang manis dan diharapkan pada kedua mempelai selalu mengasihi satu sama lain.

Dengan demikian, inti sari makna dari isi baku puli yaitu keharmonisan rumah tangga pasangan pengantin dalam mengarungi biduk rumah tangga.

Baca Juga: Ammatoa Kajang di Bulukumba, telusur miniatur ideal peradaban di Tanah Kamasemasea

Sebelum akad nikah dilangsungkan maka terlebih dahulu diperiksa semua persyaratan-persyarakatan sesuai adat.

Jika persyaratan tidak lengkap maka tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melangsungkan akad dan bersanding. Ketika semuanya sudah lengkap maka baku puli dibawa ke dalam rumah calon mempelai perempuan.

Dalam rangkaian pernikahan di kalangan masyarakat Konjo, tanpa adanya baku puli maka pernikahan tersebut tidak akan sempurna.

Baca Juga: Menelusuri Kajang dari pojok sejarah dan geografi

Seserahan baku puli dibawa oleh pihak calon mempelai laki-laki ke pihak calon mempelai wanita sebagai bentuk tanda syukur atau buah tangan untuk keluarga calon mempelai perempuan bahwa anaknya telah melangsungkan pernikahan.

Di sana terpatri tuntutan rasa tanggung jawab agar kedepannya yang melakukan hajatan memperoleh kebahagiaan.

Seserahan baku puli dibungkus dengan menggunakan kain putih dan tempat yang digunakan yang sesuai ketentuan adat yaitu tobang, daun lontar yang dianyam berbentuk baskom.

Jika tidak ada baku puli maka calon mempelai laki-laki tidak diperbolehkan masuk ke rumah calon mempelai wanita untuk bersanding.***

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler