Mengenal tradisi 'abbattasa jera' di Kajang Bulukumba menjelang Idul Fitri

27 April 2022, 20:59 WIB
Tradisi abbattasa jera di Kajang, Bulukumba pada Rabu, 27 April 2022. /Dok. pribadi: Sri Puswandi

WartaBulukumba - Semak belukar ditebas, dedaunan dan reranting disibak, tua muda meriuh dalam gotong royong 'abbattasa jera' di Kajang, Bulukumba.

Dalam balutan pakaian serba hitam-hitam, lelaki dan perempuan ikut bekerja bahu membahu membersihkan makam keluarga dan leluhur.

Suasana itu tampak di pemakaman dalam kawasan adat Ammatoa Kajang pada Rabu pagi hingga siang, 27 April 2022.

Baca Juga: Masjid Al Muawanah menuju percontohan konsep masjid kas nol rupiah di Bulukumba

Kata 'abbattasa' artinya membersihkan. Kata 'jera' artinya kuburan atau makam.

Tradisi ini rutin dilakukan masyarakat Bulukumba, khususnya suku Konjo di kawasan adat Ammatoa Kajang menjelang hari raya Idul Fitri setiap tahun.

Tradisi abbattasa jera dilakukan masyarakat Kajang dengan tujuan mencari keberkahan dari Sang Maha Pencipta. Lebih dari sekadar ziarah kubur dan membersihkan kuburan semata.

Baca Juga: Akkimbolong ri Salassa, sebentuk kearifan lokal Bulukumba di benteng tradisi Dusun Batu Tujua

Dikenal ungkapan dalam bahasa Konjo: "Barakamua apa nanasarejaki kagassingang turie akrakna". Artinya: Semoga kita semua diberi keberkahan oleh Yang Maha Kuasa".

Berbagai budaya dan suku di Nusantara mengenal tradisi membersihkan kuburan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

Sebutannya berbeda-beda namun intinya adalah sama yakni membersihkan kuburan.

Baca Juga: Lebih dari sekadar basis tradisi, gotong royong di Desa Salassae juga untuk adaptasi dan mitigasi lingkungan

Salah satunya yakni Nyadran di Jawa. Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban.

Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.

Nama tradisi lainnya yaitu Cheng Beng atau Qing Ming, tradisi masyarakat etnis Tionghoa di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung.

Baca Juga: Batu Pallantikang, tujuh batu bersejarah di 'Bulukumpa Toa' Kabupaten Bulukumba

Tradisi ziarah kubur ke pemakaman leluhur itu dilakukan setiap tahun mulai 25 Maret sampai 5 April.

Semua etnis Tionghoa yang pergi merantau jauh akan pulang untuk melaksanakan Cheng Bheng di kampung halaman mereka.

Ritual Cheng Beng biasanya dimulai sejak pukul 02.30 WIB. Namun, sebelum berziarah  biasanya mereka membersihkan makam leluhur.***

 

 

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler