Mengenal lebih dalam Dharsyaf Pabottingi, sosok seniman komplit dari Bulukumba

- 29 Desember 2022, 15:48 WIB
Dharsyaf Pabottingi, sosok seniman komplit dari Bulukumba
Dharsyaf Pabottingi, sosok seniman komplit dari Bulukumba /Tangkapan layar YouTube.com/@TeaterKampong

Dentangan alu dilesung dalam suasana sakral itu terdengar sepanjang malam sampai bulan purnama kembali bersinar terang. Ibunya yang suka menembangkan iya’belale, burada dan pantun-pantun Bugis-Makassar sebagai lagu nina bobo (pengantar tidur) membuat Achmad Dharsyaf Pabottingi sangat rindu akan masa kecilnya. 

Dimasa kecil Achmad Dharsyaf Pabottingi juga sudah akrab dengan lingkungan Mesjid. Di depan rumahnya di antara jalanan berdiri sebuah surau berdinding bambu beratap daun nipa di atas tanah milik neneknya. Surau itu kemudian dibangun menjadi musallah berdinding batu bata dan beratap seng atas prakarsa ayahnya. Dikemudian hari musallah itu dirubah menjadi mesjid yang berlantai dua yang diberi nama Mesjid Hayyaalalfalah.

Peletakan batu pertama mesjid tersebut dirangkaikan dengan peringatan Maulid dan digalian fondasi itulah ayah Achmad Dharsyaf Pabottingi menyampaikan pidato yang membangkitkan semangat membangun. Segenap hadirin meneteskan air mata keharuan. Di setiap hari besar islam seperti peringatan Maulid, diadakan Zikir Bunga Pandang (Sikkiri Pandang).

Memori lain Achmad Dharsyaf Pabottingi yang tetap lengket adalah kebiasaan menghabiskan waktu sepulang sekolahnya dengan bermain perang-perangan ditumpukan sekam dan jerami di belakang sebuah pabrik penggilingan padi. senjata yang dibuatnya beragam, mulai dari senjata yang terbuat dari bahan batang pelepah pisang hingga menggunakan senjata yang terbuat dari bambu kecil dengan memakai peluru dari kertas yang direndam kemudian dipadatkan, serta pedang dan sangkur terbuat dari pagar bambu. Setelah puas bermain, untuk menghilangkan rasa gatal akibat tumpukan sekam dan jerami yang berbaur

dengan keringat, Achmad Dharsyaf Pabottingi berpindah ke sebuah sungai yang letak dan jarakya tidak jauh dari pabrik penggilingan padi untuk bermain serta mencelupkan dan membersihkan diri hingga masuk waktu magrib.

Achmad Dharsyaf Pabottingi juga masih mengingat dongeng-dongeng yang diceritakan kakaknya menjelang tidur. Kakaknya yang pendongeng itu Achmad Darfin Pabottingi adalah anak ketiga yang selalu juara deklamasi sejak dibangku SD, SMP sampai SMA.

Dharsyaf Pabottingi juga sering diajari berdeklamasi, namun sayang kakaknya itu meninggal dunia saat duduk dibangku kuliah Akdemik Administrasi Niaga Makassar.

Cerita-cerita film seperti Benhur, Spartacus, Romulus, Helen Of Troya, The Ten Comandment, Yulius Caisar, Cleopatra dan cerita wastern serial Django, Texas Adios, Star Black dan banyak lainnya didengar dan disimak dengan baik dari penuturan kakak sulungnya yang sekolah di SMA 1 Makassar. Kakak sulungnya, Achmad Salatin Pabottingi Penggemar film itu setamat SMP Sawerigading Bulukumba melanjutkan studinya SMA 1 Makassar sebab waktu itu belum ada SMA di Bulukumba.

Pengaruh cerita-certa itu diam-diam diekspresikan Achmad Dharsyaf Pabottingi dengan membuat film layar tancap di pekarangan rumah. Kertas minyak yang berukuran lebar dijadikan layar tancap. Lampu sorotnya terbuat dari lampu minyak yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang diberi dua lubang.

Dari lubang depan kotak itu memancarkan sinar ke layar tancap dan lubang atas kotak itu untuk mengeluarkan asap dari lampu minyak. Tokoh-tokoh cerita film yang didengarnya itu digambar di atas karton bekas yang dipungut di tong sampah toko cina kemudian digunting lalu dimainkan di layar tancap itu.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x