"Astagfirullah. Auudzu bikalimatillaahittaammaati min kulli syaithaanin wa hammatin wamin kulli ainin lammatin.
Ucapan itu membuat Safirah tersentak. Dia menatapku tajam, kemudian perlahan-lahan melepas cengkeramannya.
Baca Juga: Catatan dari Diskusi Buku 'Maharku: Pedang dan Kain Kafan, Jilid 2' (4)
"Apa yang kamu inginkan ?" Suaraku setengah berteriak.
Dia tidak menjawab. Sapirah mundur beberapa langkah. Astagfirullah, desisku lagi. Gerak-gerik perempuan cantik itu kian liar.
Burung pipit yang bergerombol bagai gumpalan awan gelap seakan terhenti di udara. Mungkin burung-burung itu terkejut, seperti juga aku, ketika menyaksikan Sapirah merebahkan tubuhnya di atas pematang.
Baca Juga: Catatan dari Diskusi Buku 'Maharku: Pedang dan Kain Kafan, Jilid 2' (5)
"Sapirah !" Aku membentak. Sapirah hanya tersenyum. Manis sekali.
Rok pendek yang sering dipakainya tidur tersingkap, melorot ke pangkal pahanya yang mulus. Kelopak matanya berkedip-kedip menawarkan biji kapuk yang hitam. Di sana, dahaga cinta yang dahsyat mengirim resonansi gairah menuju hatiku. Serentet getar yang luar biasa membungkam zikir dan doa-doaku.