Benua Atlantis yang hilang dapat ditemukan sisanya di Gunung Padang?

- 13 Juli 2023, 19:18 WIB
Situs Gunung Padang
Situs Gunung Padang /Laman Disparbud Jabar

WartaBulukumba - Di kejauhan yang tak terjangkau oleh waktu bahkan mungkin tak terdeteksi imajinasi, kota Atlantis adalah sebuah kota megah dengan kubah-kubah energi berkilauan di langitnya. Di jalan-jalannya yang bersinar, mobil-mobil terbang meluncur dengan gemerlap cahaya. Di pusat kota, terdapat alat teleportasi, memungkinkan penduduknya untuk berpindah tempat dengan cepat.

Benua Atlantis yang hilang dapat ditemukan sisanya di Gunung Padang? Itu bukan gagasan baru. 

Profesor Arysio Santos, telah melakukan penelitian selama tiga dekade dengan menganilisis hasil perbandingan mengenai luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, sampai cara bertani hingga akhirnya penulusuran tersebut membuatnya mengarah bahwa Atlantis berada di Indonesia.

Baca Juga: Misteri Gunung Padang kian mencengangkan: Selain Atlantis ada peradaban Lemuria yang jauh lebih tua

Banyak buku yang ia telah terbitkan, termasuk "Atlantis, The Lost Continent Finally Found", hingga pada tanggal 9 September 2005, sejak dua bulan setelah buku terakhirnya itu terbit, beliau wafat.

Buku arkeologi prasejarah itu terdiri dari empat bagian serta enambelas bab yang ditulis oleh Prof. Arysio Nunes dos Santos, Ph.D seorang fisikawan nuklir dan ahli geologi mengenai realitas Atlantis sejak pertama kali diungkapkan oleh filsuf besar Plato, dalam dua setengah milenium lalu dengan membandingkan serta membantah secara ilmiah mungkin untuk pertama kalinya berbagai teori yang ada di lokasi Atlantis dan realitas, penulis menguraikan sebuah teori yang menempatkan secara definitif bahwa Atlantis tersebut berada di wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunei.

Profesor Santos mengatakan bahwa manusia pertama kali muncul sejak tiga juta tahun lalu di daratan Afrika. Dan, manusia purba tersebut bertransmigrasi ke seluruh Eurasia, hingga ke ujung Timur dan Australia setidaknya satu juta tahun yang lalu.

Baca Juga: Menguak tautan misteri Gunung Padang dan Benua Atlantis: Ada peradaban maju jauh sebelum Homo Sapiens

Lalu, di Nusantara inilah untuk pertama kali mereka menemukan iklim yang ideal untuk berkembang biak dan bertahan hidup. Maka sebenarnya disinilah nenek moyang kita menemukan budaya bercocok tanam dan peradaban yang sangat maju.

Perkembangan tersebut terjadi pada masa pleistosen atau akhir zaman es, dimulai sejak sekitar 2,7 juta tahun silam dan selesai pada 11.600 tahun silam.

Permukaan laut pada zaman pleistosen lebih rendah 130 meter - 150 meter dari permukannya saat ini. Bumi pernah mengalami kejadian kenaikan air laut dari 130 meter hingga 150 meter.

Akibat insiden tersebut Atlantis tenggelam dan hilang untuk selamanya bersama sebagian penduduknya yang awalnya sangat banyak. Berdasarkan data-data hasil penemuan Plato, saat bencana tersebut terjadi, jumlah penduduk Atlantis mencapai 20 juta dan itu hanya di Dataran Agung saja.

Baca Juga: Hubungan mengejutkan Gunung Padang dengan Atlantis: Pakar sesar dan seismik sebut Plato tidak berbohong

Sentra manusia yang sangat fantastis ini hanya mungkin terjadi dengan sistem budaya bercocok tanam terkemuka hingga bisa dua atau tiga kali panen dalam satu tahun. Produktivitas pertanian yang besar ini sudah menjadi ciri khas di wilayah tersebut, terkhususnya di Jawa dan Sumatera.

Berdasarkan hipotesis itulah, bermulanya dugaan situs Gunung Padang ditautkan dengan Atlantis. Hipotesis itu menggiring lebih banyak saintis ke timur, dan salah satunya adalah situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, Indonesia.

Situs Gunung Padang adalah sisa Atlantis?

Penjelasan menarik itu bisa ditelusuri alam buku "PLATO NEVER LIED: ATLANTIS IS IN INDONESIA" (PLATO TIDAK PERNAH BERBOHONG: ATLANTIS ADA DI INDONESIA) yang ditulis oleh Profesor Danny Hilman Natawijaya, penerbit BOOKNESIA pada tahun 2013.

Baca Juga: Misteri situs Gunung Padang: Hasil penelitian Professor Santos menyebut Atlantis terkubur di bawah Indonesia

Profesor Danny Hilman Natawijaya adalah seorang peneliti sesar aktif dan seismic hazards pertama di Indonesia. Hasil analisis dan penelitian ilmiahnya mengurai bahwa naskah Plato tidak hanya menceritakan tentang Atlantis tetapi lebih menarik juga menggambarkan tentang peristiwa bencana global di masa lalu, yang menghancurkan peradaban manusia selama zaman es berulang kali.

Profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sudah hampir 3 dekade meriset sesar aktif di berbagai wilayah di Indonesia ini mengungkapkan, kisah Atlantis dalam naskah Plato Critias dan Timaeus sering diabaikan sebagai kisah imajinatif Plato.

"Padahal dalam Critias disebutkan dengan jelas bahwa sumbernya berasal dari tulisan-tulisan yang sangat kuno di sebuah kuil kuno di Mesir," bunyi salah satu kutipan dari buku karya Professor Danny Hilman Natawijaya tersebut.

Dia juga bahkan merinci perkiraan lokasi dan tanda geografis, serta iklim, tumbuh-tumbuhan, dan hewan di tanah Atlantis dijelaskan dengan baik oleh Plato.

Baca Juga: Adakah yang cocok dengan situs Gunung Padang? Ada 24 syarat lokasi Atlantis menurut ilmuwan

Buku ini secara tajam dan kritis membahas naskah-naskah Plato dari sudut pandang logika-ilmiah. Setiap pembahasan dan penafsiran mengacu pada paragraf-paragraf terpilih dalam naskah-naskah Plato, sehingga pembaca dapat memiliki pendapatnya masing-masing.

Penyebab Kehancuran Atlantis

Mengutip buku "Kompetensi Peradaban Misterius Pembangun Gunung Padang" oleh Adhitya Dwipayana Raspati (2022), menurut juru pelihara situs Gunung Padang, penelitian-penelitian terkait Gunung Padang sudah dimulai sejak zaman Kerajaan Sunda di bawah Raja Prabu Siliwangi yakni sekitar tahun 1482 - 1521 Masehi.

Tim Bencana Katastropik Purba pada tahun 2011-2012 menemukan dugaan struktur bangunan yang menarik di situs Gunung Padang.

Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang, yang terdiri dari para ahli dari berbagai disiplin ilmu, berkumpul untuk melanjutkan penelitian di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.

Mengutip Ui.ac.id, penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Juni 2012 dan menghasilkan bukti adanya bangunan yang diduga dibangun oleh manusia ribuan tahun sebelum masehi. Metode penelitian yang digunakan meliputi citra satelit, georadar, geoelektrik, pengeboran, dan analisis karbon.

Pengeboran pada kedalaman 3 meter mengungkap lapisan pasir yang digunakan sebagai peredam guncangan gempa. Di kedalaman 4 meter, ditemukan batu-batuan andesit, sedangkan pada kedalaman 19 meter, ditemukan andesit yang penuh dengan retakan. Pada kedalaman 18 meter, ditemukan banyak karbon.

Hasil uji karbon menunjukkan usia sampel pertama sekitar 5.500 tahun SM dan sampel kedua sekitar 11.060 tahun SM. Kesimpulannya, struktur yang ditemukan merupakan struktur bangunan buatan manusia, bukan endapan gunung api alami.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x