Debat Capres Ketiga: Klaim Prabowo tentang alutsista bekas berusia muda hanya sebagian benar

7 Januari 2024, 21:21 WIB
Ilustrasi alutsista bekas - Debat Capres Ketiga: Prabowo klaim usia alutsista bekas yang dibeli masih muda /WartaBulukumba.Com

WartaBulukumba.Com - Dalam labirin politik dan strategi pertahanan Indonesia, perbincangan tentang pembelian alutsista bekas mendapat panggung kembali.

Calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto, dalam Debat Capres yang diselenggarakan KPU di Jakarta, Ahad malam, 7 Januari 2024, menegaskan pentingnya memahami nuansa dalam pembelian alutsista bekas. Prabowo juga menyindir Anies dengan menyebutkan bahwa istilah barang bekas itu menyesatkan rakyat.

"Barang bekas itu menurut saya menyesatkan rakyat, itu pak tidak pantas oleh profesor ngomong gitu ya karena dalam pertahanan until 50 persen alat-alat yang dibeli adalah bekas tapii usianya masih muda," katanya, menanggapi kritik tentang pembelian alutsista bekas oleh pemerintah Indonesia​​, dikutip dari tayangan live Debat Capres di channel YouTube KPU RI pada Ahad malam.

Baca Juga: 22 syarat minimal Capres dan Cawapres di Pilpres 2024 yang layak dipilih rakyat Indonesia

Kendati Prabowo menyatakan sebagian besar alutsista bekas yang dibeli masih berusia muda, klaim ini sulit untuk diverifikasi sepenuhnya.

Ditakik dari Antara pada Ahad, Dosen Asisten Ahli Hubungan Internasional dan Hubungan Ekonomi Politik Internasional, Universitas Tidar, Bonifasius Endo Gauh Perdana, mengatakan klaim Prabowo tersebut sebagian benar. 

Amerika Serikat sebagai negara produksi produk pertahanan terbesar militer di dunia setidaknya membutuhkan waktu 29 bulan untuk memproduksi kebutuhan domestik alusista mereka. Jika ada negara lain yang ingin membeli produk mereka, hal tersebut harus melalui persetujuan Kongres yang juga membutuhkan waktu yang lama.

Baca Juga: Kerusakan Bangsa dan Negara Indonesia harus bisa diperbaiki oleh Presiden RI terpilih pada Pemilu 2024

Seringkali, hanya alusista bekas yang diizinkan untuk dijual ke negara lain kecuali ada pertimbangan lain. Oleh karena itu, seringkali negara-negara pengimpor alutsista hanya bisa mendapatkan alutsista bekas yang masih layak pakai. Namun klaim 50 persen alutsista bekas masih berusia muda tidak bisa diverifikasi.

Sejarah Indonesia dalam membeli alutsista bekas terukir panjang. Mulai dari era Presiden Soekarno hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pembelian alutsista bekas sudah menjadi bagian dari strategi pertahanan nasional. Misalnya, pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur pada 1994, yang pada akhirnya menjadi sorotan bukan hanya karena kondisi kapal perangnya, tapi juga karena isu korupsi yang menyertainya​​.

Sejarah pembelian alutsista oleh Indonesia

Sejak era kekuasaan Presiden Soekarno, pembelian alutsista bekas sudah dilakukan. Menurut data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), pada 1960 hingga 1964, Indonesia pernah membeli 12 kapal perang bekas berbagai jenis dari Uni Soviet.

Baca Juga: Prabowo sebut 'Ndasmu etik' hanya kelakar biasa, pakar menilai 'karena tidak memiliki kosa kata yang cukup'

Proyek yang dinamai Project 613 itu berupa pengadaan beberapa jenis kapal perang mulai kapal selam, fregat, penjelajah, penyapu ranjau, hingga kapal patroli.

Pada era pemerintahan Presiden Soeharto, pembelian alutsista bekas juga terjadi. Jika pada era Orde Lama pembelian persenjataan mengacu ke blok Timur, maka di masa Orde Baru orientasi beralih ke blok Barat.

KRI Teluk Harding (538), salah satu dari 39 kapal perang bekas Jerman Timur yang dibeli Indonesia pada tahun 1994. (Wikimedia Commons) Seperti yang dilakukan pada 1973-1974, Indonesia membeli dua kapal perang bekas dari Australia, dengan kode penamaan Attack 3. Tentu saja peristiwa yang paling menghebohkan dalam hal alutsista bekas di era Orde Baru adalah pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur pada 1994.

Sorotan utama bukan pada kondisi kapal perang bekas Jerman Timur tersebut, namun dalam hal korupsi yang menyertainya. Menristek kala itu, B.J Habibie ditunjuk sebagai negosiator. Habibie berhasil mencapai kesepakatan dengan nilai pembelian 12,5 juta dolar AS. Namun pada saat pembayaran nilai pembelian alutsista bekas Jerman Timur tersebut membengkak 62 kali lipat, menjadi 1,1 miliar dolar AS.

Kabar tersebut menjadi berita besar dan membuat Presiden Soeharto murka. Akibatnya tiga media massa: Majalah Tempo, Tabloid Detik, dan Majalah Editor diberedel. Tak hanya dari Jerman Timur, Indonesia bahkan pernah mendapat hibah alutsista dari negara-negara Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam dan Singapura.

Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pembelian alutsista bekas juga masih berlanjut. Pada masa pemerintahan kedua SBY, 2009-2014, Indonesia pernah menganggarkan pembelian 6 pesawat tempur F-16 baru dari Amerika Serikat.

Namun dalam praktiknya, rencana tersebut berubah. Pembelian enam pesawat tempur baru diubah menjadi pembelian plus rekondisi 24 pesawat F-16 bekas dari AS pada 2012. Menteri Pertahanan saat itu, Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa pesawat bekas AS memang sudah sesuai dengan kebutuhan Indonesia, bahkan tanpa perlu direkondisi.

“Anggaran yang tadinya kita pakai untuk membeli enam pesawat F16, sekarang kita pakai meng-upgrade yang 24, ini belum tapi sekarang kita di-offer 10 lagi. Kalau pesawat itu dia tidak brand new pun kalau dia sudah di-upgrade engine-nya ya bagus, avionic dan airframe bagus, itu sudah cukup,” kata Purnomo seperti diwartakan BBC Indonesia pada 14 Juni 2013.

Aturan pembelian alutsista

Dikutip dari laman Kemhan.go.id, berikut KEBIJAKAN BADAN SARANA PERTAHANAN BIDANG PENGADAAN:

1 Pengadaan Alutsista dan suku cadang serta pengadaan materiil khusus untuk pasukan khusus TNI secara terbatas dengan cara seksama dan mengutamakan hasil industri dalam negeri dengan melibatkan BUMNIS.

2 Pengadaan luar negeri diupayakan dengan cara langsung dari produsen atau G-To-G dan diupayakan adanya proses alih teknologi.

3 Pengadaan barang / jasa ini diselenggarakan secara efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, akuntabel, teknis dan biaya serta sesuai dengan standar militer atau standar lain dengan Standar Militer Indonesia (SMI) dan dengan mencantumkan kode NSN (National Stock Number / Nomor Sediaan Nasional).

4 Pengadaan Alutsista dan peralatan lain diprioritaskan untuk mengisi kekuatan pokok minimal sesuai spesifikasi teknis dan persyaratan operasional yang telah ditetapkan.***

Editor: Sri Ulfanita

Tags

Terkini

Terpopuler