Panrita Inklusi dan Relawan Gesit chapter Bulukumba memasyarakatkan Al Quran Isyarat

5 April 2024, 18:34 WIB
Panrita Inklusi dan Relawan Gesit chapter Bulukumba memasyarakatkan Al Quran Isyarat /WartaBulukumba.Com

WartaBulukumba.Com - Al Quran sebagai cahaya petunjuk setiap saat beresonansi di Bumi dan merengkuh siapa saja. Termasuk Salman, seorang pemuda tuli, mengejar impian yang bagi banyak orang terasa biasa, namun bagi dirinya merupakan sebuah perjalanan luar biasa.

Di tahun 2022, saat usianya menginjak 22 tahun, Salman memutuskan untuk memulai sebuah perjalanan rohani yang mendalam: belajar membaca Al Quran.

Tantangan yang dihadapi Salman tidak sederhana. Tidak seperti orang lain yang dapat mendengar suara dan melafalkannya, ia harus mengandalkan mata dan hatinya untuk memahami setiap ayat.

Baca Juga: Dana Mitra Tani Bulukumba turut menyemai gerakan literasi pedesaan Taman Baca Tanjung

Bagi Salman, Al Quran bukan sekadar teks suci, tapi juga kanvas yang mengisahkan cinta dan hikmah lewat setiap huruf dan bentuknya.

Salman kemudian memahami bahwa Al-Quran tidak hanya untuk didengar, tetapi juga untuk dirasakan. Ayat-ayatnya menjadi hidup dalam benak dan jiwanya.

Melalui lembaran-lembaran Al-Quran, Salman menemukan sebuah dunia yang tidak terbatas oleh suara. Dunia di mana ia bisa berdialog dengan Tuhan melalui hati dan isyarat, mengalami kedekatan yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata. 

Baca Juga: Reuni Akbar II SMPN Palampang atau SMP Negeri 39 Bulukumba bakal bergaung sehari setelah Idul Fitri

Kisah Salman terungkap pada Rabu, 3 April 2024, saat Panrita Inklusi bersama komunitas Relawan Gesit chapter Bulukumba menggelar sosialisasi Al Quran Isyarat dirangkaikan buka puasa bersama di aula Kantor Kemenag di Jalan Kenari Kota Bulukumba. Lebih dari 60 orang hadir dalam acara tersebut.

Sosialisasi dibawakan oleh Salman, seorang penyandang disabilitas sensorik pendengaran atau yang biasa disebut Tuli.

Peserta Tuli yang hadir mulai dari usia 16 tahun hingga di atas 50 tahun, sebagian besar belum pernah belajar membaca Al-Qur'an, bahkan ada yang umurnya sudah 53 tahun juga sama sekali belum pernah belajar membaca Al-Quran.

Baca Juga: 70 taman baca di Bulukumba terpilih menerima hibah buku Perpusnas RI untuk 10.000 perpustakaan se-Indonesia

Dukungan Kemenag dan BAZNAS Bulukumba

Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan orang-orang dengar yang juga hadir di acara tersebut, yang mana mereka ada yang mulai belajar membaca Al Quran saat mereka berumur 7 tahun bahkan lebih muda lagi.

Kemenag dan BAZNAS turut memberi dukungan dengan mengutus perwakilannya menghadiri acara tersebut dan memberikan tanggapan terkait sosialisasi Qur'an isyarat ini. Turut hadir anggota DPRD Andi Soraya Widyasari dan ikut memberi tanggapan.

Sesi tanggapan dipandu dengan apik oleh Hamzah Yamin, Ketua Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).

Ia menyampaikan bahwa selama ini teman Tuli selalu diabaikan dalam mempelajari agama, bahkan ada kecenderungan pendapat yang mengatakan bahwa teman Tuli tidak perlu belajar agama lebih dalam seperti contohnya membaca Al Quran dengan alasan mereka dalam kondisi darurat. Pendapat tersebut sangat merugikan teman Tuli.

Ustadz Yusuf Sandi dari BAZNAS Bulukumba  menyatakan bahwa BAZNAS mendukung sepenuhnya kegiatan belajar Al Qur'an Isyarat bagi teman Tuli dan siap berkolaborasi dengan Panrita Inklusi.

"Hanya saja, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif supaya orang-orang BAZNAS memiliki pemahaman yang sama terkait pentingnya Al Quran isyarat bagi Tuli di Bulukumba," jelasnya.

Ia juga mengatakan bahwa istilah "darurat" tidak bisa lagi menjadi alasan untuk tidak memikirkan dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan Tuli dalam mengakses ilmu agama.

Syukriadi dari Kementerian Agama mengatakan mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan oleh Panrita Inklusi beserta Relawan Gesit untuk memasyarakatkn Al Quran isyarat di tengah masyarakat Bulukumba.

Sementara itu, Andi Soraya mengedukasi peserta Dengar untuk tidak lagi menggunakan kata normal ataupun tidak normal dalam menggambarkan perbedaan antara orang Dengar dan orang Tuli, begitupun dengan yang disabilitas dan yang bukan disabilitas.

"Ini merupakan stigma yang harus dihilangkan. No One Left behind. Pun sama dalam belajar agama, semua orang berhak mengakses ini, begitupan saudara kita yang disabilitas," ujarnya.

ASW juga mengapresiasi Relawan Gesit yang mau berkolaborasi untuk acara ini.

Ia juga meminta kepada Kemanag dan Baznas untuk mensupport pemenuhan kebutuhan kelompok disabilitas dalam mengakses pendidikan agama, semisal media pembelajaran, Al Qur'an dan lain-lainnya yang dibutuhkan.***(Arzal Isham)

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler