Kebebasan berekspresi terpasung, Jokowi dinilai mengabaikan kebebasan sipil

- 19 Agustus 2021, 13:23 WIB
Ilustrasi jurnalis.
Ilustrasi jurnalis. /unsplash.com/Jana Shnipelson/

Kriminalisasi dengan UU ITE juga menimpa Soon Tabuni dari Papua. Ia menjalani proses hukum terkait dengan unggahannya di Facebook pada Mei 2020 soal penembakan dua tenaga medis di Intan Jaya dan dua mahasiswi di Timika. Soon menuliskan bahwa orang yang bertanggung jawab atas insiden itu adalah Kapolda Papua.

Sementara M Asrul, seorang jurnalis di Palopo, Sulawesi Selatan, dituduh melakukan pencemaran nama baik karena menulis berita tentang dugaan korupsi proyek besar di Palopo pada bulan Mei 2019 lalu.

Baca Juga: Film Selesai, antara perselingkuhan dan sarkasme

"Saat ini, Asrul sedang menjalani proses persidangan. Jika terbukti bersalah, Asrul terancam dipidana penjara hingga 10 tahun,” kata Wirya melalui keterangan persnya, Senin 16 Agustus 2021.

Menurut dia, kasus-kasus itu hanyalah sebagian kecil dari ratusan kasus ketika hak warga untuk mengekspresikan pendapat secara damai dilanggar dengan menggunakan UU ITE.

Selain penggunaan UU ITE, potret kebebasan berekspresi di Indonesia juga makin suram dengan adanya penindakan terhadap para pelukis jalanan.

Baca Juga: Wacana Jokowi 3 periode semakin menguat, skenarionya terendus

Wakil Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar mengatakan sikap represi terhadap kritik pada era Jokowi makin menunjukkan bahwa partisipasi publik dan kebebasan sipil kian terabaikan.

Menurut dia, kritik seharusnya punya hak hidup dan terjamin dalam demokrasi. Namun realita yang ada yakni pembungkaman melalui berbagai bentuk.

“Padahal, kritik menunjukkan adanya masalah dari rencana/keputusan yang akan dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.

Halaman:

Editor: Nurfathana S

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah