Ammatoa Kajang di Bulukumba sudah mempraktikkan demokrasi Pancasila jauh sebelum NKRI berdiri

- 3 Januari 2023, 14:14 WIB
Wisata Kawasan Adat Ammatoa ramai pengungjung.*
Wisata Kawasan Adat Ammatoa ramai pengungjung.* /Nurfathana S/WartaBulukumba/Nurfathana S

Pemimpin adat kharismatik tersebut kemudian memberi nasehat pada kedua belah pihak dan menekankan sekali lagi tentang perlunya komitmen terhadap keputusan yang sudah dianggap lebba. 

Ammatoa hari itu memberi pesan istimewa ketika berkata yang maknanya kira-kira: “Ada orang yang punya sawah yang luas, ada yang hanya sedikit bahkan ada yang tidak punya sepetak sawah pun. Tapi ketahuilah bahwa semuanya sama-sama bisa hidup. Bahwa yang namanya rezeki sudah dibagi olh Yang Maha Kuasa. Tetapi yang perlu ditekankan adalah bahwa sawah dan harta tidak akan dibawa ke hari kemudian. Oleh sebab itu jangan sampai kalian bersepupu berkonflik mendarah daging hanya karena persoalan harta.” 

Pesan itu kemudian dimaklumi semua yang hadir. Ammatoa memang memaksudkan pesan-pesan humanis yang ia katakan didengar semua yang hadir.

Itulah sebabnya, ia selalu mengulang-ulang kalimat “langngere ngasei di”(dengarkan semua) ketika Ammatoa memberi pesan yang sifatnya universal. Sebaliknya ketika statement yang dikeluarkan bersifat spesifik pada person tertentu, Ammatoa selalu menyebutkan nama, kepada siapa pesannya ditujukan.

Intonasinya lembut dan penuh hormat, pandangannya diarahkan persis ke wajah orang yang diberinya nasehat. Ammatoa selain menyebut nama juga menyebut kata “nak” untuk pengganti nama yang dalam konteks sehari-hari bermakna kasih sayang antara yang tua dan yang lebih muda.

Kesepakatan dianggap paten apabila tidak ada lagi komentar dari pihak bersengketa. Setelah itu, Puto Betto menyampaikan kembali hasil kesepakatan secara detail, jelas dan tidak ambigu. Kesepakatan itulah kemudian diterima dan dijalankan sebagai sesuatu yang lebba.

Persoalan dan konflik kedua belah pihak dianggap selesai di forum istimewa itu. Puto Betto kemudian mempertegas persyaratan penyelesaian konflik yang biasa disebut passekoPasseko adalah tanda kesepakatan yang dipersyaratkan ketika rapat penyelsaian masalah sudah mencapai kesepakatan tertentu. Jumlahnya antara Rp600.000, Rp800.000, atau bahkan sampai Rp1.200.000.

Ammatoa sekali lagi menjelaskan bahwa pada perkara tersebut anre tau nibeta-anre tau pabeta yang artinya tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.

Ammatoa memberi petunjuk bahwa passeko dibayar secara adil oleh kedua belah pihak yang berperkara.

Passeko pada forum itu sebesar Rp.600.000. masing-masing pihak menyerahkan uang Rp.300.000 kepada Puto Betto lalu dihitung oleh Ammatoa.Uang tersebut kemudian dipecah-pecah menjadi uang Rp.50.000, Rp.20.000 dan Rp.10.000. Ammatoa kemudian membagikan uang tersebut pada semua pihak yang berperan penting atau menjadi sabbi dalam proses perdamaian.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x