Dengan menyusuri tradisi demokrasi di Kajang hari ini, maka kita bisa temukan Pancasila sesungguhnya sudah ada di Bulukumba ribuan tahun silam dalam tradisi demokrasi Ammatoa Kajang.
Keputusan-keputusan Ammatoa sangat prinsipil bahwa sesuatu yang baku (lebba) yang diterapkan pada setiap orang yang melakukan pelanggaran akan diberikan sanksi.
Ammatoa dalam proses pengambilan keputusan selalu bersikap tegas (gattang), taat (pisona), dan sabar (sabbara).
Baca Juga: Bantuan bibit unggul dari luar tak bisa ditanam di kawasan adat Ammatoa Kajang Bulukumba
Prinsip ini sesuai dengan salah satu butir Pasang: “Anre’ na’kulle nipinra-pinra punna anu lebba”, artinya: “Jika sudah menjadi ketentuan, tidak bisa dirubah lagi”.
Sebuah kisah menarik bisa kita simak dalam buku yang berjudul “Something In Bulukumba”, diterbitkan P31 Press pada tahun 2012, karya penulis dan peneliti dari Bulukumba, Anis Kurniawan.
Anis Kurniawan mengisahkan kejadian menarik suatu pagi pada tahun 2011, betapa alotnya perdebatan antara kelompok yang berseteru di rumah adat Ammatoa.
Baca Juga: Filosofi hitam-hitam pada pakaian adat Kajang Ammatoa Bulukumba
Cara Hebat Menuntaskan Persoalan