Telusur 'Pasang Ri Kajang' komunitas adat Ammatoa di Bulukumba, ternyata memuat banyak pesan buat pemimpin

12 November 2022, 21:34 WIB
Ilustrasi salah satu tradisi komunitas adat Ammatoa di Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan /Tangkapan layar YouTube Sidul Tube

WartaBulukumba - Menemui Ilalang Embayya, sebutan bagi kawasan dalam yang dihuni komunitas adat Ammatoa Kajang di Bulukumba Sulawesi Selatan adalah juga menemui rimbunan pohon-pohon penyangga bulan dan rawa-rawa yang tertidur.

Di pagi hari, bagai Tari Padduppa, ada mata air meliuk di antara alang-alang, mengalir berabad-abad sebagaimana aliran pesan-pesan luhur dari para leluhur manusia Kajang di Bulukumba.

Sekumpulan pedoman hidup itu selayaknya mantra dan tidak tertulis. Sejak dahulu komunitas adat Ammatoa Kajang menganut pedoman hidup itu yang mereka sebut Pasang Ri Kajang.

Baca Juga: Filosofi hitam-hitam pada pakaian adat Kajang Ammatoa Bulukumba

Pedoman hidup itu bagai aroma humus dedaunan di hutan adat mereka, Borong Karamaka. Saat menyelami Pasang Ri Kajang pun serasa merayakan musim tanam attahuruk bente!

Selalu ada nyanyian kepulangan di Tanah Kamase-masea. Seperti bunyi lirih basing-basing di pekarangan rumah panggung, rumpun bambu, tempurung kelapa dan Tu Ri A'ra'na menjadi Penyaksi.

Malam-malam menghitam pada destar passapu, patuntung, gandrang,
pamencak, ballo dan ayam jago!

Baca Juga: Mengenal lebih dekat kawasan adat Ammatoa Kajang di Bulukumba yang dikunjungi Tyas Mirasih

Butir-butir Pasang Ri Kajang adalah suatu ungkapan yang dikomunikasikan dalam dialek Konjo.

Konjo datang dari rumpun Bahasa Makassar dan Bugis yang digunakan sehari-hari di Kajang.

Dalam makalah berjudul "Komunitas Adat dan Pasang Ri Kajang" yang ditulis oleh mendiang budayawan Bulukumba, Muhammad Arief Saenong, Pasang Ri Kajang menurut Mas Alim Katu adalah berarti Pesan, Amanat atau Ajaran di Kajang.

Baca Juga: Pancasila sudah ada di Bulukumba ribuan tahun silam dalam tradisi demokrasi Ammatoa Kajang

Uniknya, Pasang Ri Kajang tidak pernah didokumentasikan oleh komunitas adat Ammatoa ke dalam bentuk teks apapun. Jadi Pasang Ri Kajang hanya dihafalkan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Bila saja Pasang Ri Kajang dipindahkan ke dalam bentuk tulisan maka akan membutuhkan jumlah halaman yang luar biasa banyaknya.

Minimal dibutuhkan 10.000 halaman. Hanya orang-orang tertentu pula dalam Komunitas Ammatoa yang dapat menghapal Pasang Ri Kajang.

Ihwal Pasang Ri Kajang dari berbagai sisi, bisa kita telusuri dalam sejumlah literatur.

Baca Juga: Mengenal pola hidup unik Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba Sulsel

Salah satu di antaranya yaitu buku yang ditulis Yusuf Akib berjudul “Ammatoa Komunitas Berbaju Hitam”, diterbitkan Pustaka Refleksi pada tahun 2008.

Anda juga bisa menemukannya dalam buku "Tasawuf Kajang” karya Mas Alim Katu, tahun 2005, penerbit Lephas.

Buku yang bisa mengajak Anda memamahi bagaimana Ammatoa Kajng begit dekat dengan alam, bisa disimak dalam karya makalah Andi M. Akhmar yang ditulis tahun 2007 berjudul “Penguatan Kearifan Lingkungan”.

Baca Juga: Bertandang ke rumah filosofi Ammatoa Kajang di Bulukumba

Tidak semua orang bahkan orang-orang dalam komunitas adat Ammatoa Kajang yang bisa menghafal Pasang. Hanya mereka yang terpilih yang mampu menghafal dan memahami Pasang Ri Kajang.

Simak saja salah satu butir Pasang Ri Kajang berikut.

“Anjo pangngassengan nikuaya pasang pammase toppi’i nakkulle jari“

Artinya: Pengetahuan seseorang mengenai Pasang tergantung dari Rahmat dan Anugerah dari Tu’ Rie’ A’ra’na (Tuhan).

Baca Juga: Ammatoa Kajang di Bulukumba, telusur miniatur ideal peradaban di Tanah Kamasemasea

Dari segi isi Pasang dapat berarati amanah, tuntunan atau wasiat maupun ajaran. Semua isi dan kandungan Pasang merupakan nilai budaya dan nilai sosial bagi komunitas adat Ammatoa.

Semua kegiatan yang merupakan umpan balik dari tuntunan tersebut, pelaksanaannya diawasi langsung oleh Amma, gelar pemimpin Ammatoa. Pelaksanaan Pasang telah menjadi suatu tradisi yang melembaga dalam berbagai aspek kehidupan sosial.

Wujud Pasang sesungguhnya merupakan himpunan dari seluruh pengetahuan dan pengalaman masa lampau. Cakupannya sangat luas yakni seluruh aspek kehidupan dari leluhur komunitas Ammatoa.

Baca Juga: Menelusuri Kajang dari pojok sejarah dan geografi

Bahkan Pasang dapat dianggap sebagai payung hukum adat yang selama ini dihormati dan dijunjung tinggi.

Materi Pasang bukan hanya bersifat verbal. Pasang pun bersifat faktual, meliputi perbuatan dan tingkah laku.

Itulah sebabnya sehingga Pasang adalah sejuga sehimpun sistem.

Cakupan dari sejumlah sistem dan sejumlah norma tersebut meliputi sistem kepercayaan, sistem ritus dan sejumlah norma sosial lainnya.

Baca Juga: Mochtar Pabottingi, cendekiawan nasional dari Bulukumba dalam sastra dan politik yang holistik

Sebagai sistem ritus, Pasang dan ajarannya mengatur tata peribadatan manusia kepada yang dianggap mutlak. Oleh Ammatoa lazim disebut Tu’ Rie’ A’ra’na.

Selanjutnya Pasang merupakan suatu sistem norma atau kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Seluruh isi dan makna Pasang tersebut diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sistem pewarisan itu, melalui penuturan lisan dalam bentuk ungkapan atau cerita-cerita lisan (folklore). Tak satu butir Pasang pun yang diamanahkan dalam bentuk tulisan.

Baca Juga: Siapakah pencipta logo Kabupaten Bulukumba?

Bahkan bagi komunitas adat Ammatoa sebagai pemilik, sangat dipantangkan untuk menulis materi atau butir Pasang.

Sejarah dan latar belakang Pasang  serta sejarah komunitas pemiliknya, sampai sekarang masih tetap menjadi tanda tanya besar. Apa yang diungkapkan tentang kehidupan komunitas adat Ammatoa  dan Pasang, bersumber dari penuturan para pemangku adat.

Penuturan tentang Pasang itu sendiri, teraktualisasikan dalam bentuk cerita dan ungkapan tradisional, sehingga latar belakang Pasang itu diperoleh dari cerita-cerita lisan.

Baca Juga: Inilah tradisi unik masyarakat Bulukumba dalam bulan Ramadhan yang telah lama hilang

Cerita lisan tersebut berbentuk mitos dan ungkapan-ungkapan.

Komunitas adat Ammatoa Kajang yakin, bahwa Pasang sebenarnya berasal dari suatu wujud yang mutlak di luar manusia. Dari Amma pertama Pasang tersebut diamanahkan kepada penggantinya.

Selanjutnya Pasang diwariskan kepada generasi berikutnya dan seterusnya hingga generasi sekarang.

Tidak diketahui dengan pasti kapan Pasang itu diterima oleh Amma  pertama. Hal ini disebabkan karena ungkapan dan cerita lisan tersebut tidak menyebutkan angka tahun.

Namun berdasarkan beberapa sumber, salah satunya berasal dari pengakuan Amma yang bernama Puto Palasa yang merupakan Amma Ke- XVI, dapat diduga dengan mengadakan perhitungan bahwa setiap Amma berkuasa sepanjang usianya, dengan asumsi bahwa Amma memegang pimpinan adat sekitar 30 tahun, sehingga diperkirakan pemerintahan Amma  pertama sekitar 480 tahun yang lalu, atau sekitar tahun 1500 M.

Pada masa tersebut di Sulawesi Selatan, dikenal sebagai abad pemerintahan To Manurung, seperti raja-raja pertama pada kerajaan Bugis-Makassar.

Menurut Andi M. Akhmar, Pasang Ri Kajang berisi ratusan pasal teks lisan berupa sumber nilai dan pesan leluhur. Dari sekian banyak materi Pasang itu berikut ini beberapa butir Pasang Ri Kajang sesuai kategorinya.

Pasang Sebagai Sistem Nilai

Menurut paham kepercayaan Ammatoa yang disebut Patuntung, Mula Tau (Ammatoa) sekaligus pula sebagai “Wakil” Tu Rie A’ra’na  di dunia. Dalam perjalanannya dari generasi ke generasi, Pasang mendapat penambahan-penambahan melalui orang-orang yang mendapat ilham dari Tu Rie’ A’ra’na.

Jadi, isi Pasang adalah gagasan" keilahian”  Tu Rie’ A’ra’n lalu disampaikan kepada manusia melalui orang pilihan-Nya.

Dalam perjalanannya isi Pasang mengandung dua fungsi, yaitu sebagai sistem nilai budaya, dan yang kedua ialah sebagai sistem nilai kepercayaan.

Sebagai sistem nilai budaya, Pasang menciptakan peran didalam bermasyarakat dan menghadapi lingkungannya.

Pasang sebagai sistem nilai spiritual melahirkan sikap mental komunitas terhadap kekuatan dil uar dirinya. Kedu,a bentukan nilai dalam Pasang dilandasi oleh semangat Kamase-mase, yaitu hidup apa adanya dan berserah diri kepada Tu Rie’ A’ra’na.

Ide-ide spiritual untuk tujuan keduniaan, membentuk pola hidup Akkamase-mase. Sedangkan untuk tujuan keakheratan melalui kepercayaan Patuntung, membentuk keyakinan adanya kehidupan yang kekal sesudah berakhirnya kehidupan dunia f ana.

Inne linoa pammari-mariangji, Ahera pammantangngang kara’ra’kang (satuli-tuli).

Artinya : “Dunia ini hanya tempat persinggahan, hari kemudian adalah kehidupan yang kekal abadi.”

Pasang terkait Ketuhanan

"Anne Linoa pammari mariangji ahera pammantangang satuli-tuli."

Artinya: “Dunia ini hanya terminal sementara, akhiratlah tempat yang abadi",

"Tu Rie’ A’ra’na ammantangi ri pangnga’rakanna."

Artinya: “Tu Rie’ A’ra’na berbuat sesuai kehendak-Nya."

"Abboyaku Suruga narie’ nuerang mange riahera, napunna naraka nuhoja, naraka to nuerang mange konjo."

Artinya: "Carilah surga semasa tinggal di dunia, sebab kalau neraka yang engkau cari neraka juga yang kau bawa ke akhirat."

"Anre nissei rie’na anre’na Tu Rie’ A’ra’na nakipala doang.Pada to’ji pole natarimana pa’nganrota iya toje’na."

Artinya: “Tidak diketahui di mana adanya 'Tuhan', tetapi kita berdoa kepada-Nya. Diterima atau ditolak permohonan kita tergantung dari ketentuan-Nya."

Pasang terkait kehidupan dan kemasyarakatan

"Ako naha-nahai lanupunnai numaeng taua napattiki songo’ a."

Artinya: "Jangan berniat memiliki sesuatu yang berasal dari tetesan keringat orang lain."

Ini merupakan nasehat agar jangan mengambil hak orang lain.

"Ako appadai tummue parring."

Artinya: “Jangan seperti orang membelah bambu."

Ini bermakna anjuran untuk berlaku adil.

"Ako kalangnge-langngere, ako kaitte-itte, ako katappa-tappa, rikarambu lalang riasu timuang."

Artinya: "Jangan sembarang mendengar, jangan sembarang melihat, jangan sembarang percaya kepada anjing yang melolong."

Pesan ini mengandung makna jangan mudah terpengaruh oleh pendengaran dan penglihatan. Harus ada filter untuk menyaring pengaruh budaya yang belum tentu sesuai dengan kepribadian bangsa.

"A’lemo sibatu A’ bulo sibatang."

Artinya: "Bersatu bagai limau, seiring sejalan bagai air dalam pembuluh."

Pasang ini mengandung makna pentingnya persatuan dan kesatuan.

"Tallasa tuna kamase-mase."

Artinya: "Hidup sederhana dan bersahaja."

Ini merupakan prinsip hidup komunitas Ammatoa, agar manusia hidup sederhana atau secukupnya. Alasannya manusia yang materialistis dapat terjerumus dalam perbuatan dosa.

"Ako allingkai batang."

Artinya: "Jangan melangkahi kayu yang sudah roboh."

Ini bermakna larangan melakukan pelanggaran yang disengaja.

"Katutui rie’nu rigentengan tabattuna palaraya."

Artinya: “Jagalah harta milikmu sebelum tiba masa paceklik."

Ini merupakan anjuran untuk berhemat.

Pasang terkait pemerintahan

Butir Pasang ini menganjurkan masyarakat agar selalu berbudi luhur, menghargai hak orang lain, dan berlaku adil. Bagi orang Kajang berlaku adil adalah prinsip, termasuk penguasa.

"Bola-bola pa’lettekang, baju-baju pasampeang, petta kalennu kamaseang kolantu’nu, naiya kala’biranga a’lele cera’ minto’i."

Artinya: "Rumah-rumah dapat dipindahkan, baju-baju dapat ditanggalkan, jaga dirimu kasihani lututmu, yang dikatakan kekuasaan mengalir bagai darah."

Pasang ini memberikan peringatan kepada pemimpin, bahwa kekuasaan itu tidak selamanya dimiliki. Kekuasaan itu akan berpindah seperti darah yang mengalir dalam tubuh. Ini merupakan anjuran kepada pemegang kekuasaan agar selalu melaksanakan amanah.

"Lambusu’nuji nukaraeng, gattannuji nu ada’, sa’bara’nuji nu guru, pisonanuji nu sanro."

Artinya: "Karena jujur engkau menjadi pemerintah, karena tegas engkau menjadi adat, karena sabar engkau menjadi guru, karena pasrah engkau menjadi dukun."

Pasang ini bermakna bahwa seseorang yang memegang jabatan harus memiliki sifat, yaitu jujur, tegas, sabar, dan pasrah.

Pasang terkait Pelestarian Alam 

"Nipanjari inne linoa lollong bonena, lani pakkegunai risikonjo tummantanga ribahonna linoa. Mingka u’rangi toi ampallarroi linoa rikau tala rie’ lana pangngu’rangiang."

Artinya: "Dijadikan bumi ini beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia. Tetapi perlu diingat apabila bumi marah kepada engkau, tidak ada yang dapat mencegahnya."

Pasang ini mengandung makna bahwa manusia dilarang mengeksploitasi alam secara berlebihan, sebab dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Apabila alam murka, tidak dapat dicegah atau dihindari.

"Nikasipalliangngi ammanra’-manraki borong."

Artinya: "Dipantangkan merusak hutan."

Pasang ini bersifat anjuran untuk pelestarian alam, dan larangan merusak hutan.

"Ako annatta’uhe, attuha kaloro."

Artinya: "Jngan memotong rotan dan meracuni sungai."

Ini merupakan anjuran yang berkaitan dengan pelestarian hutan dan lingkungan hidup serta menjaga ekosistem alam.

Materi atau butir-butir Pasang Ri Kajang tersebut diatas, hanya sebagian kecil dari keseluruhan ajaran yang dipedomani komunitas adat Ammatoa di kawasan dalam di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler