Syarat sah dan amalan-amalan saat melaksanakan i’tikaf

23 April 2022, 15:45 WIB
Ilustrasi - Amalan-amalan saat melaksanakan i’tikaf /Saintif.com

WartaBulukumba - Apakah Anda suka atau biasa melakukan i'tikaf di masjid terutama dalam bulan suci Ramadhan?

I’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu waktu tertentu.

Dalam i'tikaf ada amalan-amalan tertentu untuk mengharapkan ridha Allah.

Baca Juga: Bacaan doa malam Lailatul Qadar yang diajarkan Rasulullah SAW

Ditakik WartaBulukumba.com dari laman Muhammadiyah, untuk sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat, yaitu;

1) beragama Islam;

2) sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan;

3) Dilaksanakan di masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa;

4) niat hendak melakukan i’tikaf;

5) tidak disyaratkan bagi orang yang puasa saja.

Baca Juga: Zakat Fitrah untuk diri sendiri dan keluarga, ini panduan niatnya

Dalil disyariatkannya i’tikaf termaktub dalam QS. Al Baqarah ayat 187: “…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang   ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [QS. al-Baqarah (2):187].

Selain itu, dalam hadis dikatakan “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim].

Para ulama sepakat agar tidak keluar masjid saat melaksanakan i’tikaf.

Baca Juga: Malam lailatul qadar, kenali tanda-tanda turunnya

Boleh keluar masjid dengan beberapa alasan seperti yaitu:

1) karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan salat Jum’at;

2) karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya;

3) karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.

Baca Juga: Bolehkah sikat gigi saat puasa? Begini penjelasan UAS, UAH dan Buya Yahya

 

Sementara itu, ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu:

1) melaksanakan salat sunat, seperti salat tahiyatul masjid, salat lail dan lain-lain;

2) membaca al-Quran dan tadarus al-Quran;

3) berdzikir dan berdo’a;

4) membaca buku-buku agama.

Baca Juga: Apakah menelan ludah membatalkan puasa? Simak penjelasan para ulama

 

I’tikaf di Mushola

Bolehkah i’tikaf di mushola? Apakah sah i’tikafnya? Simak penjelasan berikut ini, ditakik dari laman Konsultasisyariah.com.

Ulama sepakat bahwa i’tikaf bagi laki-laki harus dilakukan di masjid.

Allah telah memberikan aturan bahwa i’tikaf harus dilakukan di masjid dalam firman-Nya.

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

”Janganlah kalian menggauli istri kalian ketika kalian sedang i’tikaf di masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Ayat ini merupakan dalil, syarat sah i’tikaf harus dilakukan di masjid.

Al-Qurthubi mengatakan,

أجمع العلماء على أن الاعتكاف لا يكون إلا في مسجد

Ulama sepakat bahwa i’tikaf hanya boleh dilakukan di dalam masjid. (Tafsir al-Qurthubi, 2/333).

Keterangan yang sama juga disampaikan Ibnu Rusyd,

وأجمع الكل على أن من شرط الاعتكاف المسجد ، إلا ما ذهب إليه ابن لبابة من أنه يصح في غير مسجد

Semua ulama sepakat bahwa diantara syarat i’tikaf harus dilakukan di masjid, kecuali pendapat Ibnu Lubabah yang mengatakan, boleh i’tikaf di selain masjid. (Bidayah al-Mujtahid, hlm. 261)

Kedua, meluruskan istilah masjid dan mushola

Secara bahasa, masjid [arab: مسجد] diambil dari kata sajada [arab: سجد], yang artinya bersujud. Disebut masjid, karena dia menjadi tempat untuk bersujud. Kemudian makna ini meluas, sehingga masjid diartikan sebagai tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk melaksanakan shalat.

Imam Az-Zarkasyi mengatakan,

ولَمّا كان السجود أشرف أفعال الصلاة، لقرب العبد من ربه، اشتق اسم المكان منه فقيل: مسجد، ولم يقولوا: مركع

”Mengingat sujud adalah gerakan yang paling mulia dalam shalat, karena kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya (ketika sujud), maka nama tempat shalat diturunkan dari kata ini, sehingga orang menyebutnya: ’Masjid’, dan mereka tidak menyebutnya: Marka’ (tempat rukuk). (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Kemudian Imam az-Zarkasyi, beliau menyebutkan makna masjid menurut istilah yang dipahami kaum muslimin (urf),

ثم إن العُرف خصص المسجد بالمكان المهيّأ للصلوات الخمس، حتى يخرج المُصلّى المجتمع فيه للأعياد ونحوها، فلا يُعطى حكمه

Kemudian, masyarakat muslim memahami bahwa kata masjid hanya khusus untuk tempat yang disiapkan untuk shalat 5 waktu. Sehingga tanah lapang tempat berkumpul untuk shalat id atau semacamnya, tidak dihukumi sebagai masjid. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Berdasarkan keterangan di atas, secara istilah syariah, mushola termasuk masjid. Karena musholah merupakan tempat yang disediakan khusus untuk shalat jamaah.

Untuk itu, sebagai catatan, bahwa kata masjid dalam istilah fikih ada dua,

  1. Masjid jami’, itulah masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu dan shalat jumat
  2. Masjid ghairu Jami’, itulah masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu saja, dan tidak digunakan untuk jumatan.

Masjid jenis  kedua ini, di tempat kita disebut mushola.

Ketiga, batasan masjid yang boleh digunakan i’tikaf

Ibnu Rusyd menyebutkan, ada 3 pendapat ulama tentang batasan masjid yang boleh digunakan i’tikaf.

  1. I’tikaf hanya bisa dilakukan di 3 masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Ini merupakan pendapat sahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu dan seorang tabiin Said bin al-Musayib. Dan ini pendapat yang lemah. Karena tidak ada batasan bahwa i’tikaf harus di 3 masjid tersebut.
  2. I’tikaf hanya bisa dilakukan di masjid jami’, masjid yang digunakan untuk jumatan.
  3. I’tikaf bisa dilakukan di semua masjid, baik jami’ maupun bukan jami’. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, diantaranya as-Syafii, Abu Hanifah, at-Tsauri, dan pendapat masyhur dari Imam Malik.

(Bidayah al-Mujtahid, hlm. 261).***

Editor: Nurfathana S

Tags

Terkini

Terpopuler