WartaBulukumba - Hari ini di Myanmar, siapa saja bisa memegang senjata api semudah memegang kembang.
Situasi yang memungkinkan itu terjadi di Negeri Seribu Pagoda setelah mereka berangkat dari Revolusi Musim Semi.
Lebih tepatnya beranjak sejak kudeta 1 Februari, saat junta militer Myanmar merebut kekuasaan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Bom buatan tangan dan senjata api rakitan lainnya jelas menjadi alat pelindung yang efektif bagi warga sipil yang merasa terancam. Meskipun percikan yang ditimbulkannya bukan kembang.
Baca Juga: Dunia internasional serukan India segera lockdown total
Penguasa militer Myanmar telah mencap Pemerintah Persatuan Nasional saingannya sebagai kelompok teroris dan menyalahkannya atas pemboman, pembakaran dan pembunuhan, kata media pro-junta militer pada hari Sabtu 8 Mei 2021.
Dilansir WartaBulukumba dari Reuters, pemboman dilaporkan terjadi setiap hari. Milisi lokal telah dibentuk untuk menghadapi tentara sementara protes anti-junta belum berhenti di seluruh negara Asia Tenggara dan pemogokan oleh penentang kudeta telah melumpuhkan ekonomi.
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang bergerak di bawah tanah, dalam pekan ini mengumumkan bahwa mereka akan membentuk Angkatan Pertahanan Rakyat.
Baca Juga: Negara-negara PBB akan segera 'menguliti' China terkait penindasan terhadap Muslim Uyghur