Laut Natuna Utara: Pakar sarankan Indonesia harus terapkan strategi A2/AD

23 Agustus 2023, 08:00 WIB
Personel Bakamla menangkap kapal ikan asing berbendera Vietnam yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Jumat, 11 Agustus 2023. / ANTARA/Humas Bakamla RI

WartaBulukumba.Com - Laut Natuna Utara yang biru, wilayah terluar batas kedaulatan Indonesia yang menderu. Sengketa mengintai di cakrawala geopolitik dan ada kisah epik perjuangan ketahanan nasional.

Belum lama ini, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA RI) telah berhasil menangkap satu kapal ikan berbendera Vietnam yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.

 

Mengutip Antara pada Senin, 14 Agustus 2023, kapal tersebut berhasil ditangkap oleh BAKAMLA RI dan kemudian dibawa ke Batam untuk diserahkan kepada penyidik yang bekerja di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia klaim ambil alih ruang kendali udara Natuna dari Singapura

Penangkapan ini merupakan hasil dari operasi penegakan hukum maritim yang dilakukan oleh BAKAMLA RI untuk memerangi penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia.

Laut Natuna Utara, yang terletak di Kepulauan Riau, merupakan salah satu wilayah perairan yang kaya akan sumber daya ikan, sehingga sering kali menjadi sasaran para penangkap ikan ilegal.

BAKAMLA RI, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan laut di Indonesia, telah melakukan patroli rutin dan operasi penegakan hukum maritim untuk mengawasi dan menindak kapal-kapal yang melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia.

Baca Juga: Bakamla RI tangkap kapal Vietnam yang curi ikan di Laut Natuna Utara

Laut Natuna Utara yang terletak di sebelah utara Kepulauan Natuna, Indonesia merupakan bagian dari Laut Cina Selatan dan merupakan perairan yang strategis secara geopolitik.

Laut Natuna Utara sering menjadi pusat perhatian karena sengketa wilayah yang terjadi antara Indonesia dengan Cina.

Cina mengklaim sebagian wilayah tersebut sebagai bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka, sementara Indonesia juga mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari ZEE mereka.

Baca Juga: Laut Natuna Utara 'bergelora panas', China tetap ngotot klaim sebagai wilayahnya

Provokasi Cina

 

 

Bukan hanya gangguan penangkapan ikan ilegal dari nelayan negara lain, tak kalah ganasnya adalah klaim Cina yang sempat mengusik energi diplomasi Indonesia di dunia internasional.

Mengutip Law.ui.ac.id, pada 4 April 2023, ada beberapa catatan hukum terhadap tindakan sepihak Cina yang disinyalir bukan yang pertama, antara lain:

1. Klaim Tiongkok sama sekali tidak berdasar dalam hukum internasional. Hukum laut tidak mengenal “traditional fishing ground”, yang ada hanya “traditional fishing right” di wilayah perairan kepulauan (bukan di ZEE maupun laut territorial), dan harus diatur melalui perjanjian antar negara. Dengan demikian, tidak satu pun kapal ikan asing bisa menangkap ikan di ZEE satu negara tanpa ada izin dari negara pantainya.

Baca Juga: Guru Besar UI meminta Pemerintah RI segera kerahkan kapal mengamankan Laut Natuna Utara

2. Dengan mengemukakan dalih di atas, terimplikasi bahwa Tiongkok tidak mengakui ZEE Indonesia. Padahal Indonesia telah mengklaim ZEE sejak 1983 melalui UU No 5 Tahun 1983, dan tidak pernah ada keberatan dari Tiongkok akan hal itu. Karena itu, berdasarkan hukum internasional, Tiongkok telah mengakui klaim Indonesia atas ZEE-nya.

3. Tiongkok mengirimkan penjaga pantainya untuk menjaga kapal ikannya jauh keluar dari laut teritorial dan ZEE Tiongkok, yang diukur dari mainland of China. Hal ini tentu dapat diartikan bahwa China menganggap perairan Natuna adalah daerah perairan, di mana mereka memiliki yurisdiksi yang selama ini mereka cerminkan dalam klaim sepihak “nine dash line”.

4. Klaim sepihak Tiongkok terkait “historical title” di Laut China Selatan merupakan klaim yang “absurd” dan tidak memiliki alas hukum yang sah.

5. Sejak awal berkembangnya hukum laut jelas bahwa laut tidak ada yang memiliki. Lalu lambat laun negara mengklaim laut yang berbatasan dengan daratannya dengan alasan keamanan negara pantai (national security), dimulai dari hanya mengklaim laut teritorial hingga kemudian juga mengklaim zona tambahan, landas kontinen dan ZEE.

Baca Juga: Hadapi serbuan kapal China ke Laut Natuna Utara, 5 KRI TNI AL dikerahkan

Indonesia harus menerapkan strategi A2/AD 

Bernadine Grace Alvania Manek dari Universitas Pertamina dalam jurnalnya berjudul "Strategi Pertahanan Udara Indonesia: Kasus Sengketa Laut Natuna Utara" yang Jurnal.lemhannas.go.id pada 6 Juni 2023, 

Cina memiliki kekuatan militer yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan Indonesia sehingga menjadikan Indonesia perlu untuk memiliki strategi dalam menangkal operasi strategis Cina.

Bernadine menguraikan, Indonesia dapat menggunakan strategi A2/AD dengan level strategis militer yang mana Indonesia perlu dalam melakukan perencanaan, pengaturan dan pengadaan sehingga mampu untuk menangkal operasi strategis Cina.

Strategi A2/AD adalah sistem anti-access/area-denial yang ekstensif di sekitar yang mencakup senjata anti-kapal, anti-udara, dan anti-balistik, kapal selam, serta kemampuan angkatan laut dan udara.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler