Pelapor Nurdin Abdullah kembali dorong penuntasan kasus Bansos Covid-19 di Sulsel dan Sulbar

1 Maret 2021, 15:17 WIB
Djusman AR, pelapor kasus Nurdin Abdullah ke KPK. /Facebook/@djoe17.ngo

WartaBulukumba -  Nama Djusman AR tengah naik daun. Sosoknya menjadi buah bibir di mana-mana, terutama di Sulsel.

Geger ditangkapnya Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada OTT KPK Jumat malam 26 Februari 2021 lalu tidak terlepas dari sosok Djusman AR. Kini Djusman AR mengaku akan beralih lagi ke kasus lainnya, yakni kasus Bansos Covid-19 di Sulsel dan Sulbar.

 Djusman AR adalah salah satu penggiat anti korupsi dari sebuah NGO yang melaporkan Nurdin terkait proyek Makassar New Port.

Baca Juga: Pemerintah China mengekang kebebasan pers asing

Djusman mengatakan tindakan yang dilakukan KPK patut diapresiasi.

“Kita sangat mendukung kerja KPK yang berkaitan tindak lanjut atas pelaporan masyarakat. Ini dibuktikan dengan cepat dan seharusnya diberikan jempol,” kata Djusman kepada awak media, Senin 1 Maret 2021.

Djusman saat ini menjabat Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi dan Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar.

Baca Juga: Tiga Turnamen Internasional Free Fire oleh Garena, Gamers Indonesia bertarung di FFIM Spring 2021

Ia berharap tindakan cepat KPK dapat memotivasi masyarakat untuk lebih optimistis dalam menggunakan haknya. Hak yang dimaksud di sini, kata dia, yakni berperan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Terkait pihak-pihak yang terlibat selain Nurdin Abdullah dan lima pejabatnya, Djusman mengaku bahwa itu bukan domainnya. 

“Saya tidak mempunyai kompetensi berbicara. Itu sudah ranah kewenangan KPK. Namun, harapan kami kepada KPK tentu berdasarkan penyidikannya terhadap yang ditangkap,” ujar dia.

Baca Juga: AC Milan fokus lolos ke Liga Champions musim depan

Yang jelas, dari penyidikan KPK dapat terungkap siapa saja yang terlibat. Terlebih kasus ini berkaitan dengan proyek Makassar New Port.

“Karena kalau bicara korupsi itu selalu tidak berdiri tunggal, pasti banyak yang terlibat,” ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Djusman melaporkan Nurdin Abdullah terkait proyek Makassar New Port berdasarkan data-data infrastruktur, pelabuhan, dan jalan.

Baca Juga: Rusia memantau Kutub Utara dengan dua satelit

Sejak awal dilaporkan, dia sudah tahu perkembangan dari laporannya. Namun, Djusman tidak bisa menjelaskan rincian data laporannya. 

“Saya tidak dibolehkan secara etik untuk bicara substansi materi perkara pelaporan. Biarkan penyidik yang menentukan,” kata dia.

Atas dugaan tersebut, Gubernur Sulsel, Nurdin dan Sekertaris PUPR Sulsel, Edy disangkakan sebagai penerima. Dirinya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Baca Juga: Sedikitnya 21 tewas, Demonstran Myanmar: berapa banyak mayat lagi hingga PBB bertindak?

Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar sekaligus mendesak KPK mengungkap kasus Bansos Covid-19 di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

Desakan itu disampaikan Djusman usai KPK menangkap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bersama koleganya terkait kasus suap, yang bermula dari laporan dugaan penyalahgunaan kewenangan dan conflict of interest megaproyek Makassar New Port (MNP).

Kasus Bansos ini, menurut Djusman AR, sangat menyita perhatian publik. Tak hanya di Kota Makassar, daerah lain di Sulsel dan Sulbar juga berdengung.

Baca Juga: Polisi Myanmar mengganas, sedikitnya 18 demonstran tewas!

Gelombang protes ini, mengindikasikan ada ketidakberesan dalam penyaluran bantuan untuk rakyat miskin yang terdampak pandemi Covid-19 tersebut.

Berpijak dari titik itulah Djusman mendesak agar KPK dengan kewenangannya menangani langsung kasus-kasus di Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan yang belum ditangani kepolisian dan kejaksaan.

“Kasus Bansos di daerah yang belum ditangani Kepolisian dan kejaksaan sebaiknya ditangani KPK. Khusus di Makassar, karena kasus ini (Bansos) tengah bergulir di Polda Sulsel, maka KPK dengan kewenangannya melakukan supervisi. Bahkan bisa mengambil alih penanganan kasus itu,” kata Djusman.

Baca Juga: Facebook kalah di pengadilan, fitur pengenalan wajah batal

Djusman yang juga Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi Djusman AR, mengatakan, sejak awal telah mengingatkan, penyaluran bansos dan refocusing APBD bisa jadi ladang korupsi bila tidak diawasi.

Titik rawan korupsi. menurut dua, terutama terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ), refocusing, realokasi anggaran penanganan COVID-19 baik APBN maupun APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos.

“Dari awal kami mengingatkan bahwa Bansos akan menjadi ladang korupsi sehingga harus diawasi. Terbukti penyimpangan Bansos menyeret Mensos. Di Kota Makassar pun sudah kita laporkan. Kami minta laporan itu segera berproses sampai tuntas. Karena bisa jadi juga ada kasus penyimpangan di daerah lain khususnya di wilayah Sulsel dan Sulbar yang jauh dari radar KPK,” beber Djusman.

Baca Juga: TPDI: KPK melanggar pasal 5 dan 7 KUHAP dalam penahanan Nurdin Abdullah

Djusman juga mengatakan mengapresiasi kenerja KPK atas penangkapan hingga penetapan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Dalam kasus ini, Nurdin dijadikan bersama Agung Sucipto seorang kontraktor dan Sekdis PU Sulsel Edi Rahmat.

“Sebagai penggiat antikorupsi kita apresiasi kinerja KPK menangkap dan menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bersama dua orang sebagai tersangka suap proyek infrastruktur,” tegasnya.

Lantas bagaimanakah apresiasi untuk Jusman AR sebagai pelapor? Telusur WartaBulukumba, hal itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga: Bill Gates lebih memilih Android dibanding iPhone, ini alasannya

Dalam PP tersebut diatur pemberian penghargaan dalam dua bentuk bagi pelapor korupsi, yakni piagam dan premi. Piagam sudah pasti. Bagaimana dengan premi?

Jumlah penghargaan atau hadiah dalam bentuk premi diatur dalam pasal 17 PP tersebut. Untuk penghargaan bagi kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara, pelapor bisa mendapat premi sebesar 2 permil dari total jumlah kerugian yang bisa dikembalikan kepada negara. Maksimal premi yang diberikan Rp200 juta.

Artinya Djusman AR bakal mendapatkan hadiah Rp200 juta? Berdasarkan keterangan awal KPK, Nurdin Abdullah terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Korupsi yang menyebabkan kerugian negara lain lagi.

Baca Juga: Arkeolog menemukan sebuah kereta kuno Kota Pompeii

Dalam PP tersebut juga menyoal kasus suap, dengan aturan bahwa premi diberikan kepada pelapor dengan besaran 2 permil dari jumlah suap atau hasil rampasan. Nilainya dibatasi maksimal Rp10 juta.

Apakah Djusman hanya mendapatkan Rp10 juta? Bisa jadi. Sebagai informasi, kasus ini dilaporkan Djusman pertama kali pada 7 September 2020. Selanjutnya pada 7 Desember 2020. Terakhir pada 7 Januari 2021.

Laporan itulah yang menjadi dasar bagi KPK untuk melakukan penyelidikan. Rupanya KPK menemukan fakta-fakta yang menguatkan laporan tersebut. Surat Perintah Penyelidikan (Sprin Lidik) terhadap Nurdin Abdullah sendiri terbit sejak Oktober 2020.

Baca Juga: Gunung Merapi masih 'batuk dan muntah', awan panas gugurannya bisa capai 1000 meter

Hal itu itu bisa dilihat dari Surat Perintah Penyelidikan bernomor Sprin.Lidik-98/01/10/2020 yang menjadi salah satu dasar penangkapan Nurdin.

Dalam laporannya ke KPK, Djusman AR mengadukan indikasi perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Nurdin Abdullah bersama aparat pemerintahan Provinsi Sulsel dan keluarganya.

"Kami menduga ada indikasi kuat telah terjadi praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Indikasi ini bukan merupakan hal yang baru bahkan telah menjadi sorotan publik secara nasional dan sudah terpublikasi di media massa nasional maupul lokal," ujar Djusman saat diwawancarai beberapa waktu lalu

Baca Juga: Briefing pertama Andi Utta-Edy Manaf juga membahas seribu rumpon dan bibit unggul gratis.

Dia menemukan kejanggalan pada proses pengurusan dokumen di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulsel yang sangat cepat terkait pengurusan Amdal kepada dua perusahaan, yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Timur Indonesia.

"Kita tahu, Direktur Benteng Laut Indonesia beserta pemegang sahamnya dan pemegang saham PT Nugraha Timur Indonesia merupakan sahabat dari anak Nurdin Abdullah dan juga merupakan bagian dari tim pemenangan Nurdin Abdullah di Pilgub 2018 lalu. Bahkan anehnya. Di dua perusahaan ini terdapat orang yang sama, seperti Akbar Nugraha yang menjadi direktur di Benteng Laut Indonesia tapi juga pemegang saham di Anugrah Indonesia Timur. Akbar ini diketahui sangat dekat dengan putra Nurdin Abdullah Fathul Fauzi, ada foto-foto kedekatan itu," jelas Djusman.

Megaproyek Makassar New Port merupakan salah satu proyek strategis nasional. Diperkirakan menelan anggaran Rp89,75 triliun. Ditargetkan selesai tahun 2025.

Baca Juga: Lautaro Martinez: Barcelona adalah masa lalu

Terkait premi yang bakal didapatkan dari kasus Nurdin Abdullah, Djusman yang dikonfirmasi Ahad malam hanya tersenyum. Selama ini, aktivis antikorupsi itu sudah sering mendapatkan penghargaan dan premi dari kejaksaan.

"Kalau premi itu sudah sering. Tapi, harus dicatat, kami bukan mengejar-ngejar itu. Niat kami melawan korupsi. Itu salah satu ibadah. Agama melarang korupsi. Kalaupun saya belum bisa amar ma'ruf, setidaknya kami melakukan nahi munkar," katanya.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler