BS, anggota keluarga mempelai di Bulukumba, menyuarakan kekecewaan yang mendalam.
"Kami sudah berusaha untuk mendudukkan adat pada porsinya, tapi pemerintah tidak menghargai adat tersebut," ujarnya pada Senin, 19 Februari 2024.
Ungkapan "La ri paenteng ji ada' a tapi pammarentayya tea" menjadi simbol kekecewaan dan kesedihan yang mendalam terhadap pengeabaian nilai-nilai budaya.
Kasus di Desa Jojjolo, Bulukumba, membuka pertanyaan lebih besar tentang bagaimana masyarakat modern harus menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak pemerintah Desa Jojjolo terkait kekecewaan warganya.***(Rezky Sang Surya)