WartaBulukumba.Com - Di Bulukumba, berbagai warisan budaya tetap gemulai dalam perawatan penuh oleh generasi ke generasi. Namun, ada sebuah fakta penuh ironi terungkap di di sebuah desa di Kecamatan Bulukumpa.
Desa Jojjolo, menggambarkan bagaimana tradisi dan adat istiadat yang seharusnya menjadi kebanggaan dan warisan leluhur, terabaikan oleh mereka yang bertugas menjaganya.
Kasus keterasingan perhatian dari pemerintah desa terhadap tradisi pangngadakkang, bukan hanya dianggap menunjukkan penolakan terhadap ritual, namun lebih dalam lagi, merupakan simbol ketidakpedulian terhadap jati diri dan akar budaya yang mendalam.
Pentingnya Tradisi Pangngadakkang
Tradisi pangngadakkang, yang telah lama menjadi bagian integral dari pernikahan di Dusun Balumbung, Desa Jojjolo menyimpan nilai dan makna yang kaya.
Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini adalah warisan budaya yang mengajarkan filosofi tentang kehidupan dan kebersamaan, menjadi simbol kebanggaan dan pemersatu bagi masyarakat Bulukumba.
Namun, pada Sabtu, 17 Februari 2024, Dusun Balumbung diselimuti kesedihan, bukan karena tragedi, melainkan karena ketiadaan apresiasi dan penghargaan dari pemerintah desa terhadap tradisi ini.
Meskipun telah diundang secara resmi, tak satu pun perwakilan pemerintah yang hadir, sebuah pesan yang menggambarkan ketidakpedulian mereka terhadap adat dan budaya.
Baca Juga: Menghirup Bulukumba dari Desa Salassae: Gerakan pertanian alami penuh cinta di alam permai