Bulukumba dalam sepenggal cerita terasingnya tradisi dari perhatian pemerintah

- 19 Februari 2024, 22:26 WIB
Desa Jojjolo, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan
Desa Jojjolo, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan /WartaBulukumba.Com

WartaBulukumba.Com - Di Bulukumba, berbagai warisan budaya tetap gemulai dalam perawatan penuh oleh generasi ke generasi. Namun, ada sebuah fakta penuh ironi terungkap di di sebuah desa di Kecamatan Bulukumpa.

Desa Jojjolo, menggambarkan bagaimana tradisi dan adat istiadat yang seharusnya menjadi kebanggaan dan warisan leluhur, terabaikan oleh mereka yang bertugas menjaganya.

Kasus keterasingan perhatian dari pemerintah desa terhadap tradisi pangngadakkang, bukan hanya dianggap menunjukkan penolakan terhadap ritual, namun lebih dalam lagi, merupakan simbol ketidakpedulian terhadap jati diri dan akar budaya yang mendalam.

Pentingnya Tradisi Pangngadakkang 

Tradisi pangngadakkang, yang telah lama menjadi bagian integral dari pernikahan di Dusun Balumbung, Desa Jojjolo menyimpan nilai dan makna yang kaya.

Baca Juga: Gerakan natural farming di Bulukumba: Cara memanfaatkan lahan pekarangan rumah ala Kepala Desa Salassae

Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini adalah warisan budaya yang mengajarkan filosofi tentang kehidupan dan kebersamaan, menjadi simbol kebanggaan dan pemersatu bagi masyarakat Bulukumba.

Namun, pada Sabtu, 17 Februari 2024, Dusun Balumbung diselimuti kesedihan, bukan karena tragedi, melainkan karena ketiadaan apresiasi dan penghargaan dari pemerintah desa terhadap tradisi ini.

Meskipun telah diundang secara resmi, tak satu pun perwakilan pemerintah yang hadir, sebuah pesan yang menggambarkan ketidakpedulian mereka terhadap adat dan budaya.

Baca Juga: Menghirup Bulukumba dari Desa Salassae: Gerakan pertanian alami penuh cinta di alam permai

BS, anggota keluarga mempelai di Bulukumba, menyuarakan kekecewaan yang mendalam.

"Kami sudah berusaha untuk mendudukkan adat pada porsinya, tapi pemerintah tidak menghargai adat tersebut," ujarnya pada Senin, 19 Februari 2024.

Ungkapan "La ri paenteng ji ada' a tapi pammarentayya tea" menjadi simbol kekecewaan dan kesedihan yang mendalam terhadap pengeabaian nilai-nilai budaya.

Kasus di Desa Jojjolo, Bulukumba, membuka pertanyaan lebih besar tentang bagaimana masyarakat modern harus menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak pemerintah Desa Jojjolo terkait kekecewaan warganya.***(Rezky Sang Surya)

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x