Potongan syair itu, menurut Arif Rahman, menjelaskan keistimewaan Pinisi di mana ia dibentuk dari tiga kampung tua di pesisir Bulukumba dengan keterampilan mereka masing-masing. Pada akhirnya Pinisi meski mungkin ia antara dikenal juga tak dikenal oleh masyarakatnya sendiri terus bergerak dengan caranya sendiri.
"Di kepala Andi Muhammmad Fadhlullah Akbar ia bergerak dan menemukan bentuknya melalui karya seni rupa. Tampaknya ia ingin mengokohkan ingatan tentang Pinisi pada seni rupa tersebut. Ini adalah sebuah upaya tersendiri membaca perubahan dan gerak zaman. Di masa lalu Pinisi direkam dalam kisah lisan, pahatan relief, dan naskah-naskah tua. Zaman berkembang dan ia menemukan tubuh Pinisi timbul perlahan pada seni rupa yang selama ini diakrabinya," ungkapnya.
Laantas apa yang sebenarnya sedang disampaikan oleh Andi Muhammad Fadlullah Akbar pada karya-karyanya ini?
Menurut Arif Rahman, ada beberapa hal yang bisa diteropong dari pelayaran Pinisi pada karya berupa lempengan logam dan lukisannya tersebut.
"Konon manusia diberi kekuatan tapi kekuatan dasar tersebut selalu diyakini berasal dari Sang Pencipta. Kekuatan-kekuatan ini yang tampaknya diserap oleh Fadlullah sebagai inspirasi besar dalam beberapa karyanya yang saling silang, bertautan satu sama lain," tuturnya.
Hal-hal yang berkembang di balik penciptaan Pinisi dianggap sebagai akulturasi nilai-nilai Islam dan kebudayaan lokal.
"Dalam contoh ini misalnya diyakini masyarakat pengrajin Pinisi bahwa dua tiang layar menyimbolkan dua kalimat syahadat. Sejatinya Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah sandaran dan pedoman bagi nakhoda pinisi. Oleh karenanya ia mesti berpegang teguh pada dua sisi ini. Narasi ini tergambar pada karya Sombala'na Lino, layar kemudi sebagai penunjuk arah berkehidupan di petala bumi adalah Allah SWT dan Nabinya," jelasnya.
Pinisi selain sebagai produk kebudayaan yang berbentuk rupa, juga adalah semesta spiritual dengan unsur kosmologi yang kuat.
Penciptaan Pinisi dimaknai sebagai sebuah proses layaknya manusia, dihamilkan;ditiupkan roh; dilahirkan; tumbuh kembang; mati.
Setidaknya inilah yang tergambar pada karya Doel berjudul "Awal Mula" dan "Menua dan Hancur".