Politik dinasti di negara republik: Hanya mungkin diperankan oleh mereka yang sudah putus urat malunya

- 21 Oktober 2023, 20:23 WIB
Ilustrasi lukisan surealis 'politik dinasti' oleh Alfian Nawawi - Politik dinasti di negara republik: Hanya mungkin diperankan oleh mereka yang sudah putus urat malunya
Ilustrasi lukisan surealis 'politik dinasti' oleh Alfian Nawawi - Politik dinasti di negara republik: Hanya mungkin diperankan oleh mereka yang sudah putus urat malunya /WartaBulukumba.Com

Baca Juga: Penjelasan UAH terkait nama Anies Baswedan kembali viral

Bikin Malu Indonesia

Apalagi kemudian, lanjut Jacob, memperoleh pembenaran dari pakar hukum tata negara yang sepatutnya harus bersandar kepada model dan bentuk negara berwajah republik, bukan negara model kerajaan.

"Pernyataan Menko Polhukam ini dipublis secara resmi dalam acara Mata Najwa, bersamaan dengan hari pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu 2024," kata Jacob lagi.

Lebih jauh Jacob Ereste mengurai, apalagi ada pemahaman bahwa politik dinasti itu tidak berada di negara demokrasi seperti Indonesia yang sudah disesumbarkan ke segenap penjuru jagat.

"Boleh jadi karena itu, sejumlah politisi dari berbagai negara akan mencibirkan mulutnya dengan wajah mengejek, mungkin sambil menggerundel pula dengan komentar yang minor," kata Jacob sambil tersenyum.

Baca Juga: Posisi strategis insan pers dan kaum buruh pada Pemilu 2024

Terkesan Biadab

Jadi, lanjut Jacob, pembenaran terhadap budaya politik dinasti atau dinasti untuk kekuasaan di negeri ini dianggap boleh-boleh saja karena secara hukum tidak ada larangannya, alangkah malangnya negeri ini melakukan pembiaran seperti itu, karena betapa banyaknya hal-hal yang busuk secara etika dan moral yang tidak ada larangannya secara, tetapi tidak patut dan tidak layak untuk dilakukan, karena bisa terkesan jadi biadab.

"Memang tidak ada larangan secara hukum bagi anak seorang Presiden untuk menjadi Presiden, tetapi caranya dalam upaya mengarah pada usaha membangun dinasty politik itu jelas telah melabrak etika dengan tidak bermoral, karena bertentangan dengan semangat konstitusi kita yang seyogyanya menempatkan kedaulatan rakyat, bukan daulat baginda penguasa," urainya.

Tragis memang, Jacob menukik lebih dalam, penegak hukum di Indonesia seperti mata kuda yang cuma menatap pasal-pasal hukum semata - dan demi pembenaran - tak hendak menilik beragam kasus yang terjadi dengan etika, moral dan akhlak untuk menjaga kemuliaan manusia dengan cara yang adil dan bijak berdimensi moralitas.

Baca Juga: Industri partai politik dalam kemasan instan

Halaman:

Editor: Sri Ulfanita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah