Prof Dr Mattulada cendekiawan dan tokoh sastra nasional dari Bulukumba dengan karya-karya yang mendunia

- 4 Mei 2022, 08:00 WIB
Prof Dr Mattulada
Prof Dr Mattulada / identitasunhas.com

Karya-karya ilmiah Mattulada yang lain, di antaranya: The Spread of the Buginese in Southeast Asia (1973), Kebudayaan Bugis-Makassar, dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (editor Koentjaraningrat -- 1977), Pedang dan Sempoa (Sejarah Kebudayaan dan Perasaan Kepribadian orang Jepang -- 1981), Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah (1990), To-Kaili, Manusia dan Kebudayaan di Sulawesi Tengah (1991), dan Human Ecology (1993).

Profesor  ini selalu berpendapat bahwa antropologi yang digelutinya berkaitan sangat erat dengan prilaku manusia, bertaut lekat dengan kesenian yang sangat mengedepankan sisi humanistis, nurani dan kata hati.

Baca Juga: Ismail Marzuki, komponis besar Indonesia ini semasa kecilnya dipanggil 'Bang Maing'

Sebahagian hidup  cendekiawan kelahiran Bulukumba 15 November 1928 ini diabdikankan untuk mengajar, melakukan penelitian dan mengembangkan minatnya yang lain, kesenian.

Dialah yang kemudian dikenal sebagai salah satu budayawan yang pernah mengangkat pamor Dewan Kesenian Makassar (DKM). Pada masa menjabat Ketua DKM itulah, di Makassar muncul nama-nama budayawan dan sastrawan terkenal seperti Rahman Arge, Aspar Paturusi, Husni Djamaluddin, Arsal Alhabsyi, Drs Ishak Ngeljaratan MS, dan DR Sutiono Sinansari  Ecip dan Andi Rio Daeng Riolo.

Di masa hidupnya, Mattulada selalu menampik anggapan bahwa di masanyalah DKM mencapai "masa keemasan" dalam melahirkan karya. Bagi dia, tampilnya angkatan Arge dan kawan-kawan erat kaitannya dengan masa perjuangan waktu itu, 60-an hingga awal 70-an. Era itu, karya sastra dan kesenian tumbuh subur karena situasi, dan para pejabat di Sulsel sangat mendukung.

Baca Juga: Ketika Ki Hajar Dewantara menulis esai ngeri-ngeri sedap 'Seandainya Aku Seorang Belanda'

Mattulada sempat mengalami masa-masa pahit getir revolusi. Seandainya Kepala Polisi Sulawesi Selatan La Tippa tidak kebetulan berkunjung ke penjara Bulukumba, barangkali kita tak kenal lagi Mattulada.

Dan seandainya "kebetulan" itu  tak terjadi, mungkin nama Mattulada ikut tercatat dalam daftar panjang 40.000 pejuang Sulsel yangmenjadi korban pembantaian Westerling - tentara bayaran Belanda yang bengis itu.

"Nasib saya memang sedang 'baik' waktu itu," tutur Prof Dr Mattulada  saat diwawancarai oleh Kompas  pada tahun 1996.

Halaman:

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah