WartaBulukumba - Sejauh mana jejak Islam masih membentang di China saat ini?
Menyebut Islam dengan imbuhan China maka di sana juga akan selalu terselip nama Xinjiang dan Uighur.
Ali Akbar Dumallah, seorang pria Uighur yang melarikan diri dari China pada tahun 2012, dalam sebuah wawancara di Turki mengatakan bahwa China sedang menjalankan agenda untuk menghapus jejak Islam di Xinjiang.
“Mereka memiliki rutinitas membuat keributan seperti itu setiap kali mereka membutuhkannya,” katanya dalam wawancara dengan Newsweek.
Baca Juga: Tanggapi isu 'babi panggang' Jokowi, Said Didu: Jangan tertipu lagi
Sebuah lembaga penelitian Australia mengungkapkan, kebijakan China untuk menghancurkan masjid di wilayah Xinjiang telah berdampak besar terhadap turunnya populasi penganut Islam.
Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) merilis laporan bahwa di tahun 2020, sedikitnya sekitar 170 masjid yang hancur telah berhasil diidentifikasi melalui citra satelit, sekitar 30 persen dari sampel yang mereka analisis.
Partai Komunis China tidak lagi mengizinkan anak di bawah umur untuk berpuasa dan pengamat telah melihat lebih dari seratus masjid dihancurkan.
Baca Juga: The Gerindra Party still hopes that Prabowo Subianto will run for the 2024 presidential election
Di satu sisi kebijakan Pemerintah China sebenarnya membebaskan warga negaranya untuk menganut agama apapun.
Meskipun terdapat aturan yang mengatur bagaimana warga negara mempraktikkan keyakinan mereka.
Pemerintah China membantah tuduhan tersebut, merujuk adanya anggaran pengeluaran pemerintah untuk perbaikan masjid yang mencakup kipas angin, toilet pembilasan, komputer, dan pendingin udara.
Baca Juga: Tahun lalu vakum, Sertifikasi Dosen 2021 kembali dihelat oleh Kemenag
“Orang-orang tahu persis apa yang harus dilakukan, bagaimana berbohong, itu bukanlah sesuatu yang baru bagi mereka,” imbuhnya.
Pemerintah China mengadakan kunjungan lima hari ke Xinjiang pada bulan April lalu untuk sekitar selusin koresponden asing.