Baca Juga: Arkeolog menemukan sebuah kereta kuno Kota Pompeii
Dalam PP tersebut juga menyoal kasus suap, dengan aturan bahwa premi diberikan kepada pelapor dengan besaran 2 permil dari jumlah suap atau hasil rampasan. Nilainya dibatasi maksimal Rp10 juta.
Apakah Djusman hanya mendapatkan Rp10 juta? Bisa jadi. Sebagai informasi, kasus ini dilaporkan Djusman pertama kali pada 7 September 2020. Selanjutnya pada 7 Desember 2020. Terakhir pada 7 Januari 2021.
Laporan itulah yang menjadi dasar bagi KPK untuk melakukan penyelidikan. Rupanya KPK menemukan fakta-fakta yang menguatkan laporan tersebut. Surat Perintah Penyelidikan (Sprin Lidik) terhadap Nurdin Abdullah sendiri terbit sejak Oktober 2020.
Baca Juga: Gunung Merapi masih 'batuk dan muntah', awan panas gugurannya bisa capai 1000 meter
Hal itu itu bisa dilihat dari Surat Perintah Penyelidikan bernomor Sprin.Lidik-98/01/10/2020 yang menjadi salah satu dasar penangkapan Nurdin.
Dalam laporannya ke KPK, Djusman AR mengadukan indikasi perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Nurdin Abdullah bersama aparat pemerintahan Provinsi Sulsel dan keluarganya.
"Kami menduga ada indikasi kuat telah terjadi praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Indikasi ini bukan merupakan hal yang baru bahkan telah menjadi sorotan publik secara nasional dan sudah terpublikasi di media massa nasional maupul lokal," ujar Djusman saat diwawancarai beberapa waktu lalu
Baca Juga: Briefing pertama Andi Utta-Edy Manaf juga membahas seribu rumpon dan bibit unggul gratis.
Dia menemukan kejanggalan pada proses pengurusan dokumen di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulsel yang sangat cepat terkait pengurusan Amdal kepada dua perusahaan, yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Timur Indonesia.