Dai Bulukumba: 'Pangeran-pangeran kaya Arab bergelimang judi dan tari perut, melupakan Palestina!'

- 23 November 2023, 21:26 WIB
Anak-anak Palestina terluka dalam serangan penjajah 'Israel' di Kompleks Medis Nasser di Khan Younis di Jalur Gaza Selatan
Anak-anak Palestina terluka dalam serangan penjajah 'Israel' di Kompleks Medis Nasser di Khan Younis di Jalur Gaza Selatan /Mohammed Salem/Reuters

Di tengah KTT gabungan Islam-Arab pada 16 Oktober 2023, negara-negara seperti Iran, Algeria, dan Lebanon, menyerukan negara-negara Arab penghasil minyak untuk memberlakukan embargo terhadap Israel. Namun, usulan tersebut ditolak, menunjukkan ketidaksepakatan di antara negara-negara Arab yang telah menjalin normalisasi dengan Israel.

Menteri Investasi Arab Saudi, Khalid Al Falih, menjelaskan bahwa mereka enggan menggunakan minyak sebagai alat pengaruh untuk menghentikan konflik atau memaksa Israel dan Hamas melakukan gencatan senjata. Menurutnya, upaya penyelesaian konflik seharusnya berfokus pada dialog daripada sanksi atau embargo.

Baru setelah pengeboman Rumah Sakit Al-Ahli pada 17 Oktober yang mengakibatkan kematian 470 orang Palestina, para pemimpin negara Arab mulai melobi anggota-anggota PBB untuk mengesahkan resolusi yang mengutuk serangan pada 7 Oktober dan kekejaman Israel, serta menyerukan gencatan senjata yang segera dan berkelanjutan. Namun, resolusi tersebut diabaikan oleh Israel, yang malah melanjutkan serangan dan memutus telekomunikasi di Jalur Gaza selama 36 jam.

Sejarah menunjukkan bahwa dukungan negara-negara Arab terhadap Palestina telah merosot. Mereka dulunya bersatu dalam perang melawan Israel setelah pendirian negara tersebut pada tahun 1948. Namun, semangat tersebut kini semakin pudar seiring ketergantungan mereka pada AS. Awalnya dimulai dengan kesepakatan damai Presiden Mesir Anwar Sadat dengan Israel pada tahun 1979. Kemudian, pada 1982, ketika invasi Israel ke Lebanon tanpa ada intervensi dari negara Arab, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) diusir dari sana, membuka jalan bagi munculnya Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina pada 1987.

Dari waktu ke waktu, rezim-rezim di negara-negara Arab semakin enggan untuk bersatu dalam mendukung Palestina, terlebih dengan ketidakstabilan yang terjadi di berbagai konflik di wilayah Arab, seperti perang Irak-Iran, invasi Irak ke Kuwait, Perang Teluk yang dipimpin oleh AS, dan berbagai konflik internal setelah Arab Spring (2011).

Meskipun para pemimpin negara Arab tidak menyukai Israel, mereka tampaknya acuh tak acuh terhadap penderitaan rakyat Palestina. Ketidaksepakatan dalam dunia Arab membuka celah bagi kekuatan regional seperti Iran dan Turki untuk memperluas pengaruh mereka, yang pada gilirannya mengancam keutuhan negara-negara Arab. Pengaruh Iran yang berkembang dan kebijakannya yang kontroversial di beberapa negara Arab mendorong beberapa rezim untuk mencari dukungan lebih besar dari AS. Sebagai imbalannya, mereka harus merangkul normalisasi hubungan dengan Israel, sekutu dekat AS.

Itulah sebabnya sebagian pihak di Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab menyalahkan Hamas yang didukung oleh Iran sebagai pihak yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat Palestina.

Meskipun dukungan publik Arab terhadap rakyat Palestina tetap kuat, upaya advokasi untuk perjuangan Palestina semakin terbatas.***

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x