Dai Bulukumba: 'Pangeran-pangeran kaya Arab bergelimang judi dan tari perut, melupakan Palestina!'

- 23 November 2023, 21:26 WIB
Anak-anak Palestina terluka dalam serangan penjajah 'Israel' di Kompleks Medis Nasser di Khan Younis di Jalur Gaza Selatan
Anak-anak Palestina terluka dalam serangan penjajah 'Israel' di Kompleks Medis Nasser di Khan Younis di Jalur Gaza Selatan /Mohammed Salem/Reuters

WartaBulukumba.Com - Saat Palestina dirubung bom dan roket, belasan ribu warga sipil syahid dan separuh di antaranya adalah anak dan bayi, di tempat berbeda para pangeran kaya di negara-negara Arab justru bergelimang kemewahan sambil melupakan Palestina.

Dikelilingi kemegahan istana dengan lukisan karya seniman ternama, mereka menjelajahi malam dengan gemerlap kasino. Ketukan tarian perut yang mempesona diiringi melodi eksotis. Para pangeran larut dalam sensasi kekayaan, menikmati taruhan berlimpah dan raungan mobil mewah.

Realita itu diungkapkan dengan sangat satir oleh seorang dai muda Bulukumba, Ustad Andy Satria. 

"Pangeran-pangeran kaya di sana perhatian penuh pada judi, tari perut, dan cinta dunia. Palestina mereka lupa," tuturnya melalui unggahan di akun media sosialnya, seperti dikutip WartaBulukumba.Com pada Kamis, 23 November 2023.

Baca Juga: Membasuh luka Palestina, BAZNAS Bulukumba galang dan serukan bantuan kemanusiaan

Dalam postingan lainnya, Ustad Andy Satria juga menyibak fakta lain bahwa terorisme di dunia global hari ini semakin nyata dengan apa yang terjadi di Palestina. Aksi kebiadaban genosida dilakukan tanpa henti oleh pasukan IDF Zionis teroris penjajah 'Israel'.

"Teroris makin nyata, tentara zionis faktanya, teknologi dan strategi teror mereka beragam warna, termasuk proyek dan propaganda," kata Andy Satria.

Lantas, sekelam apakah sebenarnya realita di dunia Arab yang dipaparkan Ustad Andy Satria? 

Pada Januari 2023, Arab Saudi diberitakan akan membuka pintunya bagi warga dan investor dari 'Israel', meskipun hubungan diplomatik antara kedua negara belum terjalin.

Baca Juga: Donasi untuk Palestina: Hanya 15 menit terkumpul Rp10 juta lebih di Kantor Pemkab Bulukumba

Menurut laporan dari Kantor Berita 'Israel' Globes yang dikutip oleh Al Mayadeen, Saudi akan memperbolehkan warga pemukim haram 'Israel' untuk mendapatkan visa turis guna mengunjungi pulau Tiran dan Sanafir di Laut Merah yang nantinya akan memiliki fasilitas hotel dan kasino. Kedua pulau tersebut akan dihubungkan dengan jembatan ke wilayah Mesir.

Pulau Tiran dan Sanafir sendiri dibeli oleh Arab Saudi dari Mesir pada tahun 2016 dan sebelumnya telah didemiliterisasi sesuai dengan perjanjian normalisasi antara Mesir dan Israel pada tahun 1979.

Meskipun memiliki sumber daya yang terbatas, pulau-pulau ini dianggap penting secara strategis karena lokasinya sebagai gerbang masuk dari Laut Merah menuju Eliat, pusat ekonomi dan perdagangan Israel.

Selain itu, pada bulan Juni sebelumnya, Riyadh juga dikabarkan tertarik untuk menarik minat investor dari 'Israel' untuk berinvestasi di wilayahnya. CEO Kamar Dagang penjajah 'Israel', Nirit Ofir, menyatakan kepada Al-Monitor bahwa sektor swasta di kedua negara semakin erat dalam hubungan ekonomi mereka.

Baca Juga: Saat ini terkumpul Rp155 juta lebih donasi masyarakat Bulukumba untuk Palestina

Dukungan Teredam: Negara-Negara Arab dan Dilema Palestina

Sebuah laporan dari Al Jazeera menyoroti bahwa Zionis teroris penjajah 'Israel', dengan keyakinannya, percaya bahwa negara-negara Arab saat ini terjebak dalam konflik internal, menghambat kemampuan mereka untuk secara tegas mendukung Palestina. Solidaritas yang dulunya kuat dalam mendukung perjuangan Palestina, sekarang memudar, tertutupi oleh kepentingan politik dan ekonomi mereka dengan Amerika Serikat (AS), yang notabene adalah sekutu utama penjajah 'Israel'.

Pada tahun 2020, enam negara Arab mencatat normalisasi hubungan dengan penjajah 'Israel'. Mesir (1979), Yordania (1994), Uni Emirat Arab (2020), Bahrain (2020), Sudan (2020), dan Maroko (2020) adalah di antara negara-negara tersebut. Bahkan saat ini, Arab Saudi sedang dalam proses perundingan untuk normalisasi hubungan dengan penjajah 'Israel'.

Ketika konflik antara Hamas-Israel kembali membara pada awal Oktober 2023, para pemimpin negara Arab bereaksi setelah publik Arab menegaskan penolakan terhadap kekejaman Israel terhadap 2,3 juta warga Palestina di Gaza. Namun, dalam pertemuan Liga Arab di Kairo, Mesir, pada 11 Oktober 2023, menteri luar negeri negara-negara Arab mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak (Israel dan Hamas) tanpa menyampaikan pernyataan yang tegas mengenai perlunya perdamaian dan keadilan bagi warga sipil Palestina yang seharusnya terlindungi dari konflik tersebut.

Di tengah KTT gabungan Islam-Arab pada 16 Oktober 2023, negara-negara seperti Iran, Algeria, dan Lebanon, menyerukan negara-negara Arab penghasil minyak untuk memberlakukan embargo terhadap Israel. Namun, usulan tersebut ditolak, menunjukkan ketidaksepakatan di antara negara-negara Arab yang telah menjalin normalisasi dengan Israel.

Menteri Investasi Arab Saudi, Khalid Al Falih, menjelaskan bahwa mereka enggan menggunakan minyak sebagai alat pengaruh untuk menghentikan konflik atau memaksa Israel dan Hamas melakukan gencatan senjata. Menurutnya, upaya penyelesaian konflik seharusnya berfokus pada dialog daripada sanksi atau embargo.

Baru setelah pengeboman Rumah Sakit Al-Ahli pada 17 Oktober yang mengakibatkan kematian 470 orang Palestina, para pemimpin negara Arab mulai melobi anggota-anggota PBB untuk mengesahkan resolusi yang mengutuk serangan pada 7 Oktober dan kekejaman Israel, serta menyerukan gencatan senjata yang segera dan berkelanjutan. Namun, resolusi tersebut diabaikan oleh Israel, yang malah melanjutkan serangan dan memutus telekomunikasi di Jalur Gaza selama 36 jam.

Sejarah menunjukkan bahwa dukungan negara-negara Arab terhadap Palestina telah merosot. Mereka dulunya bersatu dalam perang melawan Israel setelah pendirian negara tersebut pada tahun 1948. Namun, semangat tersebut kini semakin pudar seiring ketergantungan mereka pada AS. Awalnya dimulai dengan kesepakatan damai Presiden Mesir Anwar Sadat dengan Israel pada tahun 1979. Kemudian, pada 1982, ketika invasi Israel ke Lebanon tanpa ada intervensi dari negara Arab, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) diusir dari sana, membuka jalan bagi munculnya Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina pada 1987.

Dari waktu ke waktu, rezim-rezim di negara-negara Arab semakin enggan untuk bersatu dalam mendukung Palestina, terlebih dengan ketidakstabilan yang terjadi di berbagai konflik di wilayah Arab, seperti perang Irak-Iran, invasi Irak ke Kuwait, Perang Teluk yang dipimpin oleh AS, dan berbagai konflik internal setelah Arab Spring (2011).

Meskipun para pemimpin negara Arab tidak menyukai Israel, mereka tampaknya acuh tak acuh terhadap penderitaan rakyat Palestina. Ketidaksepakatan dalam dunia Arab membuka celah bagi kekuatan regional seperti Iran dan Turki untuk memperluas pengaruh mereka, yang pada gilirannya mengancam keutuhan negara-negara Arab. Pengaruh Iran yang berkembang dan kebijakannya yang kontroversial di beberapa negara Arab mendorong beberapa rezim untuk mencari dukungan lebih besar dari AS. Sebagai imbalannya, mereka harus merangkul normalisasi hubungan dengan Israel, sekutu dekat AS.

Itulah sebabnya sebagian pihak di Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab menyalahkan Hamas yang didukung oleh Iran sebagai pihak yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat Palestina.

Meskipun dukungan publik Arab terhadap rakyat Palestina tetap kuat, upaya advokasi untuk perjuangan Palestina semakin terbatas.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x